TEMPO.CO, Jakarta - Analis Binaartha Securitas, Reza Priyambada, memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menguat hari ini. Menurut Reza, adanya kenaikan rupiah, meski tipis, diharapkan dapat membuka peluang kenaikan lanjutan.
"Adapun rupiah diestimasikan bergerak dengan kisaran support 14.085 dan resisten 14.063," kata Reza saat dihubungi, Senin, 25 Juni 2018.
Menurut Reza, kenaikan akan terjadi karena adanya sentimen positif dari pergerakan mata uang global, terutama mata uang euro atau EUR yang terapresiasi di atas dolar Amerika Serikat.
Baca: Bank Indonesia Jelaskan Alur Penguatan Rupiah
Dalam situs resmi Bank Indonesia, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di angka 14.102 pada penutupan Jumat, 22 Juni 2018. Angkat tersebut menunjukkan pelemahan 12 poin dari nilai sebelumnya, yaitu Rp 14.090, pada penutupan Kamis, 21 Juni 2018.
Sedangkan pada 22 Juni 2018, kurs jual US$ 1 terhadap rupiah sebesar 14.173 dan kurs beli 14.031. Lebih lanjut, Reza menuturkan, saat ini, pelaku pasar berharap adanya sentimen positif dari dalam negeri. "Rencana Bank Indonesia melakukan relaksasi LTV kembali diharapkan diikuti relaksasi lain untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan suku bunga," ujar Reza.
Baca: Rupiah ke Level 14.200, Ini Penjelasan Gubernur Bank Indonesia
Adapun ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, menuturkan rupiah juga berpotensi melemah. Menurut Bhima, potensi pelemahannya maksimal berada pada angka 14.100.
"Rupiah pada 25 Juni 2018 diperkirakan bergerak di level 14.030- 14.100," tutur Bhima saat dihubungi.
Menurut Bhima, hal tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal adalah rilis data neraca perdagangan.
Analis pasar uang Bank Mandiri, Reny Eka Putri, memperkirakan rupiah cenderung melemah. "Masih melemah, rupiah diperkirakan berada di posisi 14.032-14.102," kata Reny.
Menurut Reny, katalis hal itu adalah masih pada kebijakan bank sentral AS atau The Fed. Juga, tutur Reny, pasar sedang menunggu rilis data produk domestik bruto (PDB) AS.