TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) menilai kebijakan pemerintah memangkas pajak penghasilan (PPh) final usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi 0,5 persen belum bisa menggenjot pertumbuhan UMKM. "Bukan faktor ini yang mendorong peningkatan UMKM," ujar Ketua Akumindo Ikhsan Ingatrubun kepada Tempo, Ahad, 24 Juni 2018.
Ikhsan mencatat ada tiga hal yang mesti dilakukan pemerintah untuk memacu geliat UMKM, antara lain dengan terus memberikan iklim usaha yang sehat. Selanjutnya, pemerintah mesti terus menjamin banyaknya uang yang beredar di masyarakat. Dengan demikian, masyarakat terdorong untuk berbelanja. Selain itu, Iksan meminta pemerintah memberikan akses permodalan seluas-luasnya.
Simak: PPh UMKM Turun, Indef Yakin Multifplier Effect
Meski telah ada pemangkasan pajak tersebut, Ikhsan mengatakan para pengusaha UMKM kini masih direpotkan dengan keharusan membuat laporan pembukuan. "Boro-boro laporan pembukuan, untuk usaha mikro dan kecil, syukur jika punya pencatatan," ucapnya.
Selain itu, Ikhsan mengatakan para pengusaha UMKM masih tetap mengeluarkan biaya yang meliputi biaya pembukuan atau paper work serta biaya birokrasi dari petugas pemeriksa pajak. Biaya tersebut masih belum termasuk biaya konsultan pajak. Adapun besaran kocek yang mesti dirogoh para pengusaha berbeda-beda.
Baca: Ini Perbandingan Pajak Penghasilan Indonesia dan Negara Lain
Karena itu, Ikhsan mengatakan pertumbuhan sektor UMKM tidak akan terlalu berbeda meski ada kebijakan tersebut. "Jadi kebijakan ini biasa saja," tuturnya. "Di negara lain, untuk usaha mikro dan kecil harusnya PPh finalnya adalah nol. Itulah mengapa Pak Presiden sebenarnya meminta untuk 0,25 persen, namun akhirnya menjadi 0,5 persen."
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, mengatakan kebijakan tersebut hanya berdampak pada sektor usaha kelas menengah. Sebab, kata dia, para pemain usaha mikro dan menengah sejatinya tidak banyak yang termasuk obyek pajak.
Baca: PPh Final Bakal Pacu Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditas
"Yang kecil yang enggak kena pajak. Yang dibutuhkan adalah akses terhadap pembiayaan. Itu kurangnya di situ," katanya. Salah satu hal yang membuat para pengusaha UMKM mendapatkan pembiayaan adalah kekurangtahuan mengenai laporan keuangan yang baik. Karena itu, salah satu hal yang bisa ditempuh pemerintah adalah memberikan pelatihan mengenai laporan keuangan yang baik.
Selain itu, Fithra menyarankan pemerintah memberdayakan sumber-sumber pembiayaan di luar perbankan. Apalagi pada era digital ini mulai bermunculan alternatif pembiayaan lain, seperti teknologi finansial (financial technology/fintech).
Baca: Ingin UMKM Cepat Berkembang, Jokowi: Sate Saja Saya Pesan Online
"Kalau bicara era fintech, pemerintah bisa berdayakan pembiayaan fintech. Itu juga bisa menstimulasi pembiayaan di luar perbankan," ujar Fithra.
Kemarin, Presiden Joko Widodo mensosialisasikan pemangkasan PPh final UMKM menjadi 0,5 persen. Sebelumnya, tarif pajak tersebut dipatok 1 persen. Namun banyak keluhan dari pelaku UMKM terkait dengan besaran pajak yang harus mereka tanggung.
Jokowi berharap penurunan PPh final dapat memberikan ruang bagi pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya lebih besar lagi. "Agar usaha mikro ini bisa tumbuh melompat menjadi usaha kecil. Usaha kecil juga bisa tumbuh melompat menjadi usaha menengah. Usaha menengah juga bisa melompat lagi menjadi usaha besar. Pemerintah menginginkan seperti itu," ucapnya.
CAESAR AKBAR | VINDRY FLORENTIN