TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) berharap jajaran dewan direksi Bursa Efek Indonesia atau BEI yang baru dapat mempertimbangkan lagi usulan-usulan lama yang diajukan asosiasi yang belum diakomodasi oleh direksi sebelumnya. Hal tersebut merespons diumumkannya paket terpilih sebagai jajaran direksi BEI yang baru pada Jumat kemarin.
Otoritas Jasa Keuangan sebelumnya telah mengumumkan paket terpilih sebagai jajaran direksi baru Bursa Efek Indonesia. Paket yang terpilih adalah yang dikepalai Inarno Djayadi sebagai direktur utama. Inarno sebelumnya menjabat sebagai komisaris utama BEI.
Baca: Inarno Djajadi Gantikan Tito Sulistio Pimpin BEI
Direktur Eksekutif AEI, Isakayoga, optimistis jajaran direksi BEI yang baru dapat mengatasi lebih banyak tantangan di pasar modal Indonesia. Terlebih, jajaran direksi yang baru merupakan wajah lama di pasar modal Indonesia yang sudah cukup paham tentang seluk belum pasar modal.
Isakayoga mengatakan, salah satu usulan AEI tiga tahun lalu kepada jajaran direksi bursa yang baru adalah revisi atas aturan listing fee yang dinilai cukup memberatkan bagi emiten. Sayangnya, hingga usai masa bakti jajaran direksi yang lama, belum ada perubahan yang berarti pada peraturan tersebut.
Baca: Dirut BEI Sebut IHSG Melemah Karena Dunia Bergejolak
“Kita harapkan direksi yang baru ini memperhatikan lagi keinginan emiten untuk mengembalikan lagi cara rumusan perhitungan listing fee,” kata Isakayoga, Jumat, 22 Juni 2018.
Isakayoga mengatakan, jajaran direksi yang baru merupakan tokoh yang sudah lama berkecimpung di dunia pasar modal. Mereka seharusnya tahu persisi permasalahan di pasar modal dan program-program yang sudah berjalan. Oleh karena itu, ia berharap jajaran direksi yang baru dapat bekerja jauh lebih cepat, khususnya untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi emiten.
Selain persoalan listing fee, hal lain yang diharapkan emiten sejak dahulu yakni strategi untuk meningkatkan likuiditas emiten. Saat ini, masih banyak emiten yang menurutnya masuk kategori emiten tidur, yang mana sahamnya sangat jarang ditransaksikan sehingga cenderung tidak bergerak.
Isakayoga juga mengapresiasi langkah jajaran direksi sebelumnya di bawah pimpinan Tito Sulistio yang berhasil menjalankan program unggulan Yuk Nabung Saham, yang secara signifkan melejitkan jumlah investor ritel di pasar modal dalam dua tahun terakhir. Strategi peningkatan likuditas dan basis investor juga menjadi kunci untuk mendorong performa IHSG, yang merupakan wajah dari pasar modal Indonesia.
Selain itu AEI, kata Isakayoga, juga berharap direksi yang baru mampu mendorong BUMN untuk go public. Sebab, hal tersebut merupakan salah satu janji yang belum terpenuhi oleh direksi sebelumnya.
Sejauh ini, baru anak usaha BUMN saja yang ramai listing di bursa, sementara induknya justru belum. Selain itu, emiten-emiten baru selama ini cenderung lebih banyak berasal dari kelompok perusahaan menengah ke bawah, sehingga minim dampaknya terhadap kapitalisasi pasar.
Melantainya BUMN di lantai BEI, kata Isakayoga, sebagai perusahaan besar tentu akan berdampak signifikan. “BUMN itu motornya pasar modal kita. Sudah lama tidak ada BUMN yang IPO."