TEMPO.CO, Jakarta - Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP memantau penyelesaian dan pemanfaatan kapal perikanan bantuan pemerintah. Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti laporan keuangan KKP yang dinyatakan disclaimer oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kegiatan pemantauan sekaligus untuk menghitung denda keterlambatan atas kapal yang belum diserahkan ke koperasi penerima. "Serta menguji kesesuaian spesifikasi kapal dengan spesifikasi teknis dalam kontrak," seperti dikutip dari keterangan resmi KKP, Kamis, 21 Juni 2018.
Baca: BPK Beri Opini Disclaimer untuk KKP, Ini Respons Susi Pudjiastuti
Dalam keterangan resminya kemarin, juga disebutkan beberapa lokasi yang dipantau tersebut antara lain adalah Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Pidie, Kota Langsa, Kota Ternate, Maluku Tenggara, Lebak dan Indramayu. Selain itu lokasi yang dipantau adalah Kupang, Buton dan Buton Tengah, Kota Bitung, Minahasa Tenggara, Pinrang, dan Pangkajene Kepulauan, Sinjai.
BPK awal bulan ini mengumumkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) terhadap laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2017. Auditor negara itu menyatakan opini tidak memberikan pendapat alias disclaimer kepada laporan keuangan KKP. Alasannya, BPK tidak mendapatkan bukti pemeriksaan yang cukup pada beberapa program, seperti pengerjaan keramba jaring apung (KJA) offshore dan pengadaan kapal nelayan.
Baca: BPK Jelaskan Pemberian Opini Disclaimer ke Kementerian Kelautan
Selama 2 tahun berturut-turut, laporan keuangan KKP mendapat opini disclaimer dari BPK. Pada laporan keuangan 2016, BPK menemukan beberapa kendala pertanggungjawaban yang tidak dipenuhi KKP.
Salah satunya, masalah pengadaan bantuan kapal untuk nelayan. Berita acara serah terima (BAST) pun tidak lengkap sekalipun anggaran Rp209 miliar telah cair. Dalam catatan BPK, hanya 48 dari pengadaan 750 kapal yang dilengkapi BAST.
Ketika dikonfirmasi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku tak habis pikir dengan hasil audit BPK tersebut. Ia pun membantah pihaknya tak kooperatif dalam proses audit itu. "Kita kooperatif. Kita datang waktu dipanggil," tuturnya ketika ditemui di Hotel Imperial, Tokyo, Kamis, 31 Mei 2018.
Dalam pertemuan dengan BPK, Susi menyebutkan banyak hal telah dibahas. "Kita bicara apa yang harus saya respons, apa kesalahan kami, apa kekurangan kami, bisakah diberi kesempatan, atau apa, saya tidak tahu," katanya.