TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend menegaskan bahwa pencabutan larangan terbang untuk semua maskapai penerbangan Indonesia ke Eropa merupakan kesepakatan bersama semua negara Uni Eropa. Keputusan itu diambil setelah para ahli keselamatan penerbangan dari negara-negara anggota komite di Uni Eropa merasa puas dengan capaian Indonesia.
"Selamat kepada mitra-mitra kami di Indonesia atas upaya luar biasa yang telah dilakukan," kata Vincent dalam konferensi pers di rumah dinas Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta Selatan, Jumat, 15 Juni 2018.
BACA JUGA: Maskapai Penerbangan Indonesia Bisa Dilarang Terbang Lagi, Jika....
Perlu 11 tahun lamanya bagi pemerintah dan maskapai penerbangan Indonesia untuk "merayu" Uni Eropa agar mencabut penuh larangan terbang bagi maskapai penerbangan tanah air. Sejak 2007, Uni Eropa resmi melarang 62 maskapai penerbangan Indonesia terbang ke langit Eropa karena rendahnya mutu keselamatan penerbangan.
"Kami jelas ingin memulihkan nama baik Indonesia," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Agus Santoso saat ditemui usia konferensi pers, mengenai motivasi yang mendasari upaya terus menerus pemerintah mencabut larangan terbang itu.
BACA: 11 Tahun Penantian untuk Maskapai Penerbangan Indonesia ke Eropa
Pada Kamis, 14 Juni 2018, Uni Eropa resmi mengeluarkan Indonesia dari EU Air Safety List atau daftar maskapai penerbangan yang tidak memenuhi standar keselamatan internasional. Dengan demikian, tidak ada lagi maskapai Indonesia, baik penumpang maupun kargo, yang dilarang terbang ke benua biru itu.
Agus menceritakan pencabutan larangan itu melalui proses panjang lobi Indonesia. Larangan itu sendiri muncuk karena Indonesia tidak memenuhi kualifikasi keselamatan penerbangan di dua organisasi, Otoritas Penerbangan Amerika Serikat (FAA) dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
BACA JUGA: Larangan Terbang di Uni Eropa Dicabut, Ini Janji Menhub
Di FAA, Indonesia hanya memperoleh kategori 2 atau tidak memenuhi standar internasional. Di ICAO, Indonesia hanya meraih skor 54, dari ambang batas 62. Indonesia juga hanya menempati peringkat 155 dari 192 negara anggota ICAO. Ketika, kecelakaan penerbangan juga hampir terjadi empat kali dalam setahun. "Itu makanya, mereka mantap sekali melarang Indonesia," ujar Agus.
Tak mau nasib buruk ini berlarut, Indonesia mulai memperbaiki standar keselamatan masing-masing maskapai penerbangan. Walhasil, pada tahun 2009, Garuda Indonesia dan Airfast Indonesia kembali memperoleh izin terbang ke Eropa. Diikuti Indonesia Air Asia tahun 2010, Ekspres Transportasi Antarbenua tahun 2011, dan terakhir Citilink, Batik Air, dan Lion Air pada 2016.
BACA JUGA: Ini Alasan Uni Eropa Cabut Larangan Terbang Maskapai Penerbangan asal Indonesia
Meski begitu, masih ada 55 maskapai lain yang belum mendapatkan izin dari Uni Eropa. Maka, perbaikan pun terus gencar dilakukan Kementerian Perhubungan. Pada 2017, kategeri di FAA pun berhasil naik menjadi kategori 1 atau memenuhi standar Internasional. Skor di ICAO naik menjadi 80,34 dan peringkat pun melesat dari 155 menjadi 58.
Upaya Agus dan juga Kementerian Luar Negeri yang menjadi bagian dari tim lobi tidak sia-sia. Pada 12-21 Maret 2018, Uni Eropa melakukan penilaian kembali terhadap kinerja keselamatan maskapai Indonesia. Disusul pertemuan pada 29-31 Mei 2018, di mana Komite Keselamatan Penerbangan Uni Eropa (EASA) mengadakan pertemuan di Brussel. Hasilnya, 55 maskapai lain pun akhirnya kembali diizinkan terbang ke Eropa.