TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menghitung ada sekitar Rp 150 triliun dana yang berpindah ke daerah dalam masa mudik Lebaran 2018. Hitungan itu didapat dengan mengasumsikan jumlah pemudik pada tahun ini sebanyak 30 juta orang dengan pengeluaran per orang Rp 5 juta. "Itu hitungan sederhananya, secara tren historis seorang pemudik bisa mengeluarkan Rp 1-5 juta rupiah," ujar Fithra kepada Tempo, Kamis, 14 Juni 2018.
Bahkan, apabila masing-masing pemudik hanya mengeluarkan sekitar Rp 1 juta saja di kampung halaman masing-masing, maka dana yang mengalir ke daerah tetap jumbo yakni Rp 30-50 triliun.
BACA JUGA: Ada Promosi Jika Anda Mau Mudik dengan Helikopter
Kementerian Perhubungan sebelumnya memprediksi ada 12,24 juta pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi dan 19,5 juta pemudik menggunakan angkutan umum pada Lebaran tahun ini.
Fithra menyebut 70 persen dari pengeluaran itu pasti dibelanjakan pemudik di daerah destinasi. "Apalagi, mereka sudah mendapatkan tunjangan hari raya, pastinya mereka akan melakukan konsumsi di daerah," kata dia. Sisanya, sebesar 30 persen, kata Fithra, biasanya habis di perjalanan, antara lain untuk membayar tol, bensin, dan konsumsi di area peristirahatan.
BACA JUGA: Mau Tahu Berapa Tarif Tol Trans Jawa? Simak Video Ini
Selain aktivitas konsumsi di daerah mudik, Fithra menyebut konsumsi juga bisa saja dilakukan di kota asal, misalnya Jakarta, sebelum mudik. "Jadi ada peningkatan aktivitas konsumsi di daerah asal, lalu aktifitas logistik, juga efek redistribusi. Tentu paling besar di transportasi dan redistribusinya."
Dengan adanya triliunan rupiah yang mengalir ke daerah-daerah itu, Fithra meyakini ada multiplier effect yang terjadi setiap kali mudik Lebaran. Adanya efek tersebut, kata dia, akan meningkatkan perekonomian lokal, seperti usaha kuliner, rekreasi, serta adanya peningkatan aktivitas ekonomi di jalur mudik.
BACA JUGA: Mudik Lebaran, Ada Lebih dari 100 Ribu Mobil Tinggalkan Jakarta
"Selama ini uang kencang berputar di Jakarta, ini akan berpindah ke daerah. Meski masih didominasi Jawa, tapi kita akan lihat ada efeknya di Sumatera dan di Indonesia timur," ujar Fithra. Efek serupa yang terjadi adalah bertambahnya lapangan pekerjaan meskipun musiman.
Bila dilihat dari analisis tabel input-output, Fithra mengatakan hasil dari kegiatan ekonomi selama masa mudik itu adalah peningkatan output daerah sekitar rata-rata 20 persen, serta adanya penciptaan lapangan kerja musiman yang berimbas pada peningkatan pendapatan keluarga di daerah mudik sebesar 10 persen. "Jadi perekonomian daerah meningkat. Karena efek multiplier tadi, sumbangan dari daerah itu tentunya akan menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Fithra.
BACA JUGA: Kereta Bandara Jakarta-Cengkareng Laris di Musim Mudik Lebaran
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan multiplier effect yang terjadi dalam fenomena mudik ini tidak terlalu besar karena momen yang terjadi hanya sekali dalam satu tahun. "Ini kan sebenarnya untuk satu kali tembakan nih. Jadi enggak kontinyu gitu," tutur dia.
Lana mendorong para kepala daerah untuk aktif mengajak warganya agar dana yang masuk ke daerah itu tidak hanya setahun sekali, melainkan berkelanjutan. Namun, Lana setuju, secara teoritis, efek penambahan yang terjadi bisa sekitar 2,5 kali lipat, dengan asumsi seorang pemudik mempergunakan 60-70 persen dari dana pemasukannya untuk berbelanja atau konsumsi selama masa mudik.