TEMPO.CO, Jakarta - Di Konferensi Masa Depan Asia Ke-24 di Jepang, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut nilai demokrasi, keterbukaan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan saat ini semakin pudar. "Proteksionisme dan unilateralisme semakin berkembang,” kata JK dalam siaran tertulisnya, Selasa, 12 Juni 2018.
Kalla menuturkan, proteksionisme dan unilateralisme menjadi pandangan baru yang dibangun atas dasar pertimbangan internal suatu negara dan nilai-nilai yang dianut oleh negara itu sendiri. Padahal, kata Kalla, pandangan itu justru menyebabkan dunia semakin terkutub-kutub secara ekonomi dan politik.
Baca juga: Indonesia Jadi Anggota Dewan Keamanan PBB, JK: Sangat Strategis
Contoh yang cukup jelas dari fenomena ini, Kalla menyebutkan ialah Amerika Serikat (AS) yang meninggalkan TPP Agreement atau Kemitraan Trans-Pasifik dan keluar dari Paris Accord (Kesepakatan Paris). AS juga melakukan perang dagang dengan beberapa negara.
"Tindakan seperti ini akan mencederai upaya membangun konsensus dan komitmen global yang telah dibangun puluhan tahun," katanya.
Simak pula: Jusuf Kalla Ungkap Tantangan Menghadapi Revolusi Industri
Namun, menurut Kalla, AS pada masa pemerintahan sekarang secara paradoks melakukan pendekatan unilateral dalam menanggapi perkembangan yang berlangsung di Timur Tengah dan Semenanjung Korea. Misalnya, keputusan AS memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem membuat perdamaian di Palestina semakin sulit terwujud, dan meningkatkan ketegangan di seluruh dunia.
Kini, kata Kalla, semakin banyak masalah yang timbul, yaitu mulai dari krisis Iran dan Yerusalem yang memicu aktivisme jaringan teroris dunia hingga retaliasi negara-negara ekonomi maju akibat kebijakan ekonomi AS yang proteksionis.
“Singkatnya, masalah-masalah baru muncul sebelum masalah-masalah lama terselesaikan. Dunia pun menjadi semakin rapuh,” kata dia.
Pada forum yang dihadiri oleh para pemimpin, pembuat kebijakan, serta para ahli dan pelaku usaha di Asia itu, Kalla menyerukan semua negara untuk bekerja sama menangani masalah yang sama-sama dihadapi. Sebab, kerja sama internasional menjadi keharusan untuk menanganinya.
Namun, ia mengingatkan, hanya negara-negara yang stabil secara internal yang dapat berperan serta secara efektif dalam kerja sama tersebut. Kalla menggarisbawahi pentingnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif untuk mewujudkan kesejahteraan bersama di seluruh dunia. “Untuk mewujudkan visi ini, kita harus mendukung terciptanya stabilitas politik dan ekonomi dunia,” ucapnya.
Stabilitas politik, menurut Kalla, dapat tercipta dengan menolak paham unilateral dari negara manapun, selain secara bersama-sama menangani masalah terorisme dan kemiskinan. Sementara stabilitas ekonomi dapat dicapai dengan tetap menaati perjanjian perdagangan yang telah disepakati bersama, termasuk perjanjian perdagangan bebas.
Kendati begitu, Jusuf Kalla mengingatkan agar perdagangan bebas harus berdasarkan prinsip perdagangan yang adil (fair trade). “Kita harus menghindari kebijakan “beggar-thy-neighbor” yaitu suatu negara mengambil keuntungan dari sebuah kebijakan perdagangan tertentu, sementara negara lain dirugikan karena itu,” ujarnya.