TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan harga pangan naik lantaran kenaikan permintaan komoditas pangan sekitar 50 persen menjelang Lebaran 2018.
"Di awal dan pertengahan puasa memang permintaan tidak tinggi. Tapi di akhir ada kenaikan hampir 50 persen permintaan sehingga terdongkrak juga harganya," ujarnya kepada Tempo, Senin, 11 Juni 2018.
Baca juga: Harga Ayam, Cabai dan Daging Sapi Melonjak Menjelang Lebaran
Mansuri membantah ada permainan harga oleh pedagang pasar menjelang Lebaran. Sebab, sejatinya di pasar sudah ada kompetisi yang ketat.
"Jadi, kalau satu pedagang jual tinggi, padahal dapat di pengepul murah, pasti akan enggak laku," katanya. Argumennya pun diperkuat dengan pantauan bahwa harga di pasar memang merata, termasuk dari pengepul.
Simak pula: H-6 Lebaran, Penerbangan Internasional dari Bandara Bali Melonjak
"Jadi enggak mungkin pedagang yang bermain. Kalau pedagang yang bermain, enggak mungkin rata, sama," ucapnya. Dia pun menyebut permintaan yang naik adalah sumber kenaikan harga komoditas di pasaran.
Efektif tiga hari yang lalu, Mansuri mengatakan kenaikan harga tersebut terjadi pada sejumlah komoditas. Komoditas itu antara lain minyak goreng dari Rp 12,5 ribu menjadi Rp 13 ribu per liter, cabai merah keriting dari Rp 37,5 ribu ke Rp 38 ribu per kilogram, daging ayam dari Rp 36 ribu ke Rp 39 ribu per kilogram, telur ayam dari Rp 24 ribu ke Rp 25,5 ribu per kilogram, serta gula dari Rp 12,9 ribu ke 13,5 ribu.
Begitu pula daging sapi murni atau semur, yang naik dari Rp 119 ribu ke Rp 130 ribu per kilogram, serta daging sapi paha dari Rp 126 ribu ke Rp 140 ribu per kilogram.
"Masih wajar, tapi naik semua," tutur Mansuri. "Saya masih patokan Jakarta. Namun ayam dan telur secara nasional sama."
Untuk bisa mengendalikan harga yang terus melambung, Mansuri berharap pemerintah bisa memenuhi suplai sesuai dengan permintaan pasar, bukan malah melakukan operasi pasar. Sebab, menurut dia, operasi pasar tidak akan menolong pada kondisi sekarang.
Apalagi dengan adanya penambahan libur cuti bersama oleh pemerintah, yang dikhawatirkan dapat menyebabkan harga makin tak terkendali bila suplai komoditas masih kurang.
"Kalau mau menolong, komoditas untuk operasi pasar itu turunkan ke pasar, ke pedagang, tidak langsung ke pembeli. Kasih pedagang komoditas itu untuk dijual," kata Mansuri.
Sebab, apabila stok komoditas itu berkurang di pasaran, hal itu akan menjadi masalah. Hingga kini, ia menyebut suplai yang ada masih masuk kategori aman.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan menyebut daging ayam sebagai komoditas yang diwaspadai akan melambung harganya. Karena itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian perdagangan Tjahya Widayanti mengatakan telah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memasok dan melakukan penetrasi daging ayam dengan harga terjangkau kepada masyarakat.
"Stok yang diturunkan sesuai kebutuhan saja dengan harga pangan mengacu pada Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor) 62 Tahun 2018," ujarnya. Beleid itu menyebutkan toko swalayan dan pasar rakyat wajib menjual daging ayam ras kepada konsumen berdasarkan harga khusus untuk ibu kota Jakarta, Jawa Barat, dan Banten maksimal Rp 33 ribu per kilogram.