TEMPO.CO, Jakarta - Utang badan usaha milik negara (BUMN) yang menembus Rp 4.800 triliun mendapat sorotan dari berbagai pihak. Pemerintah diminta serius menangani utang tersebut.
Menanggapi utang tersebut, pengamat energi dan pertambangan dari Armila & Rako, Eva A. Djauhari, menyarankan BUMN yang menggarap industri energi lebih banyak melibatkan swasta ke depan. "Salah satu penyebab tingginya utang BUMN adalah kurangnya keterlibatan swasta oleh perusahaan-perusahaan negara tersebut dalam menjalankan usahanya," ujar Eva dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 8 Juni 2018.
Baca: Utang RI Tembus Rp 4.000 Triliun, Sri Mulyani Klaim Terus Menurun
Eva memberi contoh, di sektor energi, pembangunan infrastruktur energi dan pembangkit listrik memang sangat mendesak untuk mendorong serta memenuhi permintaan, baik konsumsi maupun industri nasional. Pembangunan tersebut tidak bisa lagi ditunda untuk mengejar ketertinggalan dan meningkatkan daya saing Indonesia. Anggaran investasi tentunya sangat besar.
Namun, menurut dia, perusahaan negara terlalu memaksakan untuk membangun dan berinvestasi sendiri tanpa melibatkan swasta. “Untuk mencapai target investasinya, terpaksa BUMN harus memperbesar porsi utangnya, sehingga membengkak,” ucap Eva.
Baca: Rizal Ramli Tantang Sri Mulyani Debat Soal Utang Luar Negeri
Karena itu, Eva mengusulkan BUMN energi memperkuat kemitraannya dengan swasta, supaya beban investasi dapat terbagi secara merata dengan investor atau swasta. Lebih lanjut, Eva mengusulkan pembangunan di sektor ketenagalistrikan 35.000 MW lebih banyak lagi melibatkan swasta dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif berupa regulasi yang bersahabat bagi dunia usaha.
“Investasi dalam program ini membutuhkan dana lebih dari Rp 1.000 triliun. Itu belum investasi EBT dan pembangunan transmisi, butuh ribuan triliun rupiah. Untuk mengendalikan porsi utang tersebut, perlu diperkuat kemitraan dengan pihak swasta dan meyakinkan pihak swasta untuk ikut berpartisipasi utamanya didukung oleh aturan yang proinvestasi dan berkepastian hukum,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro menjelaskan, total utang BUMN hingga 2017 tepatnya mencapai Rp 4.825 triliun. Menurut dia, utang tersebut sebagian besar merupakan utang BUMN perbankan dalam bentuk dana pihak ketiga (DPK).
Imam juga menegaskan, utang BUMN tersebut sebagian besar untuk kebutuhan ekspansi dan kegiatan usaha BUMN. Sebab, biasanya proyek-proyek yang digarap BUMN memiliki rasio pembiayaan 30 persen dari ekuitas dan 70 persen pinjaman.
BISNIS