TEMPO.CO, Palembang - Badan pengatur hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) mencurigai terdapat beberapa badan usaha tidak memberikan laporan akurat terkait volume transaksi Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal itu berpotensi merugikan daerah sebagai penerima setoran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) maupun pemerintah pusat.
Oleh karena itu, BPH Migas hari ini, menjadikan penandatanganan kerjasama dengan Pemerintah provinsi Sumatera Selatan dalam pertukaran data konsumsi BBM sebagai proyek percontohannya. "Ini pertama kali kami kerjasama dengan daerah dan nanti pasti akan menyusul dengan tempat lainnya," kata Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa, Kamis, 7 Juni 2018.
Baca: Pertamina Sebut BBM Satu Harga Terkendala, Ini Respons BPH Migas
Dalam kerjasama tersebut, kata Fanshurullah, Sumatera Selatan akan mendapatkan data riil transaksi dari perusahaan yang bergerak di daerah. Dari data tersebut Badan Pendapatan Daerah dapat melakukan pengejaran kepada badan usaha yang dimaksud untuk menagih PBBKB sesuai data. Sedangkan BPH Migas juga dapat menagih Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Saat ini kata Fanshurullah, pihaknya baru mendapatkan Rp 1,2 triliun dari PNPBBH. Dengan adanya kerjasama tersebut ia optimistis setoran dari Badan usaha bisa menembus angka Rp 2 triliun.
Baca: BPH Migas Keluhkan Jumlah SPBU Masih Sedikit
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) PBH tersebut bersumber dari 120 badan usaha yang menjual BBM non subsidi. "Jangan ada lagi menutup-nutupi termasuk mengecilkan volume," ucap Fanshurullah
Sementara itu kepala Bapenda Sumsel, Neng Muhaiba mengatakan selama ini pihaknya kesulitan menemukan data valid dari badan usaha. Alhasil pihaknya hanya menerima apa adanya apapun yang dilaporkan.
Baca: BPH Migas Bantah Kelangkaan BBM Terjadi di Lampung dan Riau
Dengan adanya kerjasama tersebut Neng optimistis dapat menekan tingkat kehilangan. Tahun lalu Bapenda hanya mendapatkan setoran PBBKB pada kisaran Rp 670 miliar dari 20 badan usaha yang aktif. Jumlah tersebut bisa bertambah mencapai Rp 2 triliun secara bertahap bila mendapatkan data yang akurat.
Menurut Neng, realisasi PBBKB di tiap tahunnya tidak stabil. Misalnya, tahun 2015 mendapat Rp 610 miliar, di tahun 2016 turun menjadi Rp 513 miliar.
Kemudian di tahun 2017 naik lagi menjadi Rp 670 miliar. Sementara tahun depan diprediksi bisa menembus angka di atas Rp 800 miliar. Neng mengungkapkan, setiap perusahaan di Sumatera Selatan wajib membayar pajak 7,5 persen dari total volume terpakai.
Simak berita terkait BPH Migas lainnya hanya di Tempo.co.