TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp 10 triliun selama libur Lebaran 2018 dan cuti bersama.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman mengatakan, selama periode tersebut, konsumsi listrik mengalami penurunan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh banyaknya industri yang tidak beroperasi.
Baca juga: PLN Interkoneksi Listrik Se-Kalimantan Jadi Sistem Khatulistiwa
"Penjualan PLN pasti turun. Bisa turun rata-rata satu hari mungkin Rp 800-Rp 900 miliar. Kalau dua minggu (libur), hampir Rp 10 triliun, kami bisa ke hit," ujar Syofvi di Jakarta, Selasa, 5 Juni 2018.
Karena itu, penambahan cuti bersama oleh pemerintah cukup membuat PLN kelimpungan. Mengatasi hal ini, perseroan pun melakukan strategi, salah satunya menawarkan diskon kepada industri yang bersedia beroperasi selama libur Lebaran.
Baca juga: Konsumsi Listrik Bekasi Bakal Naik 30 Persen Selama Ramadan
Sementara itu, perseroan saat ini tengah menghadapi kondisi yang cukup berat dengan adanya kenaikan harga minyak Indonesia dan pelemahan rupiah, sedangkan tarif listrik ditetapkan tidak naik.
Syofvi mengakui, kondisi tersebut menyebabkan biaya produksi PLN meningkat. Namun peningkatan biaya tersebut masih berada di bawah kendali perseroan.
Baca juga: Amankan Pasokan Listrik Ramadan, PLN Operasikan 19 Gardu Induk
"Kalau terus berlanjut, nanti bagian yang harus dimintakan ke negara terpaksa kami mintakan. Sekarang kan 35 persen (subsidi) negara dan 65 persen enggak. Nah, yang 65 persen ini kami lihat (ajukan ke pemerintah atau tidak). Kalau sekarang, belum, masih bisa bertahan," tuturnya.
Kendati kondisi tahun ini cukup berat, PLN masih optimistis target laba tahun ini sebesar Rp 15-17 triliun dapat tercapai. "Kami harus lakukan yang terbaik," ujar Syofvi.