TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Nelayan Indonesia menyatakan pemberian opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin oleh Susi Pudjiastuti sebagai hal yang harus ditindaklanjuti. Opini disclaimer yang diberikan selama dua tahun berturut-turut, yakni tahun 2016 dan 2017, disebut telah menunjukkan ada yang salah dalam kinerja keuangan Kementerian Kelautan dan Perikanan selama ini.
Untuk itu, Ketua Umum ANNI, Riyono, menyatakan lembaganya secara resmi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami apa terjadi di KKP setelah keluarnya laporan BPK tersebut.
Baca: BPK Beri Opini Disclaimer untuk KKP, Ini Respons Susi Pudjiastuti
"Pemberian opini disclaimer oleh BPK menunjukkan kinerja keuangan KKP sangat buruk," Ketua Umum ANNI, Riyono, dalam keterangan tertulis, Jumat, 1 Juni 2018. "Laporan itu juga dapat menjadi indikator tentang lemahnya kinerja dalam berbagai bidang kementerian di bawah Menteri Susi Pudjiastuti ini."
BPK memberikan opini tidak menyatakan pendapat (TMP) atau disclaimer kepada KKP. Hal ini disampaikan dalam laporan BPK kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 pada Kamis, 31 Mei 2018.
Riyono menyebut munculnya berbagai aksi protes oleh nelayan dan masyarakat perikanan atas kebijakan yang dikeluarkan KKP juga menunjukkan selama ini KKP memiliki kinerja yang buruk dalam berbagai bidang.
Beberapa langkah KKP yang menuai kritik, kata Riyono, antara lain kebijakan dan implementasi pelarangan beroperasinya sejumlah alat tangkap tanpa kajian dan solusi komprehensif; kebijakan tentang pelarangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan ukuran tertentu; kebijakan terkait dengan budi daya perikanan; serta berbagai kebijakan yang menyangkut pengelolaan sumber daya perikanan untuk kesejahteraan masyarakat.
"Selama ini berbagai kelemahan kinerja KKP dapat ditutupi dengan pencitraan media yang bagus. Namun, dengan keluarnya opini disclaimer oleh BPK dua tahun berturut-turut, kami berharap masyarakat sadar terkait buruknya kinerja Menteri Susi Pudjiastuti," ujar Riyono.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebelumnya mengaku tak habis pikir dengan hasil audit BPK tersebut. Ia pun membantah pihaknya tak kooperatif dalam proses audit itu. "Kita kooperatif. Kita datang waktu dipanggil," tuturnya ketika ditemui di Hotel Imperial, Tokyo, Kamis, 31 Mei 2018.
Dalam pertemuan dengan BPK, Susi menyebutkan banyak hal telah dibahas. "Kita bicara apa yang harus saya respons, apa kesalahan kami, apa kekurangan kami, bisakah diberi kesempatan, atau apa, saya tidak tahu," katanya.
Susi juga menjelaskan, pada 2017, pihaknya mengembalikan dana hampir Rp 10 triliun ke kas negara karena penghematan yang telah dilakukan. "Rp 10 triliun itu besar sekali, saya kembalikan kepada negara," ucapnya.
Pengembalian dana ke kas negara oleh KKP itu, menurut Susi Pudjiastuti, tak lain karena ia menjalankan prinsip kerja yang tak ingin ada pemborosan. "Karena saya tidak ingin ada pemborosan, tidak ingin ada penggunaan uang negara yang tidak benar, dan itu prinsip kerja saya. Saya benar-benar tidak habis pikir," ujarnya.