TEMPO.CO, Jakarta -Bank Indonesia (BI) terus mengupayakan berbagai strategi untuk menahan laju pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Di awal masa kepemimpinannya, Gubernur BI Perry Warjiyo bahkan mengagendakan rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan untuk merumuskan langkah strategis perkuatan rupiah, setelah sebelumnya menaikkan suku bunga acuan.
Apa yang menjadi rencana BI? Berikut ini petikan wawancara Perry Warjiyo dengan beberapa media, termasuk wartawan Tempo, Ghoida Rahmah, di kantor Kementerian Keuangan, Senin lalu, 28 Mei 2018.
Apa alasan BI menggelar RDG tambahan bulan ini?
Ini untuk merespons dinamika yang terjadi di luar negeri dan dampaknya yang terjadi di dalam negeri kini cenderung tidak rasional. Kondisi ini membuat ekspektasi terhadap rupiah menjadi lebih besar. Kami pun bersikap pre-emptive terhadap rencana pertemuan The Federal Reserve, Juni nanti.
Selain penyesuaian kembali suku bunga, langkah apa lagi yang disiapkan?
Kami tetap memperkuat dan mengoptimalkan intervensi ganda yang sudah kami lakukan sejak 2013, memastikan suplai dolar dan valuta asing tetap aman serta menjaga stabilitas pasar surat berharga. Kami juga menjaga kecukupan likuiditas, melakukan komunikasi yang intensif dengan pelaku pasar, perbankan, dunia usaha, juga ekonom untuk membangun ekspektasi yang rasional.
Baca juga: Indef Prediksi Nilai Tukar Rupiah Menguat Tipis Pekan Ini
Langkah yang sudah ditempuh sebelumnya tak cukup?
Ini untuk menghindari perkiraan nilai tukar yang cenderung terlalu melemah, overshooting dari sisi fundamentalnya. Kami berusaha memberikan informasi yang seluas-luasnya, tidak terbatas, sehingga ekspektasi bisa ke mana-mana.
Apakah tidak ada kekhawatiran kenaikan suku bunga akan menghambat target pertumbuhan ekonomi?
Memang ada anggapan kalau BI menaikkan suku bunga, ruang untuk pertumbuhan akan semakin ketat, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa menurun. Padahal, kondisi itu hanya terjadi kalau instrumen ekonomi dan moneter cuma satu, yakni suku bunga.
Kita kan instrumennya banyak, misalnya ada kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, dan lainnya. Instrumen moneter pro-sustainability, tapi empat instrumen lainnya pro-pertumbuhan. Dampak kenaikan bunga acuan terhadap pertumbuhan ekonomi perlu waktu, ada rata-rata empat sampai delapan kuartal atau sekitar 1–1,5 tahun, tidak mesti linier.