TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia menyebut kenaikan impor yang tinggi menjadi salah satu penyebab ia pesimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 akan menyentuh 5,3 persen. Terlebih kenaikan impor itu melampaui kinerja ekspor.
"Pertumbuhan ekspor memang cukup bagus. Tapi kenaikan impor yang memang lebih tinggi sehingga net external demand menjadi rendah," tutur Perry dalam konferensi pers di Gedung Thamrin, Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, 25 Mei 2018.
Baca: Indef: Target Pertumbuhan Ekonomi Rentan Meleset karena Pilpres
Selain itu, Perry juga menyebut pertumbuhan impor yang lebih tinggi dari ekspor berpengaruh pada prediksi defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD). Jika sebelumnya BI memprediksi CAD pada akhir tahun hanya 2,1 persen, kata Perry, saat ini berubah menjadi 2,3 persen.
Seperti diketahui sebelumnya, usai mengambil sumpah jabatan di Mahkamah Agung kemarin, Kamis, 14 Mei 2018, Perry mengatakan target pertumbuhan Indonesia tahun ini belum bisa menyentuh 2,3 persen. Ia pun menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,2 persen.
Selain itu, Perry mengatakan faktor lainnya adalah kondisi pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal pertama 2018 yang hanya sekitar 4,95 persen. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan itu nyaris stagnan lantaran hanya tumbuh 0,1 persen dibanding tahun lalu sebesar 4,94 persen. Angka tersebut justru menurun dibandingkan dengan kuartal keempat 2017 sebesar 4,97 persen.
Menurut data yang dirilis BPS, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal pertama atau Q1 2018 nyaris stagnan di level 4,95 persen. Pertumbuhan hanya terjadi sebesar 0,1 persen dari tahun lalu sebesar 4,94 persen.
Namun, angka tersebut justru menurun dibandingkan dengan kuartal keempat 2017 sebesar 4,97 persen. "Namun konsumsi pemerintah cukup bagus. Investasi baik privat maupun nonprivat juga cukup bagus," ujar Perry.
Meski begitu Perry menyebut ada faktor-faktor yang mendorong perkembangan positif dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah faktor harga komoditas luar negeri yang cukup baik. Hal itu dapat mendorong pertumbuhan di daerah luar Pulau Jawa seperti Sumatera dan Kalimantan.
Selain itu, faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi selanjutnya adalah stimulus fiskal yang cukup baik. Menurut dia, pemberian gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) dapat mendorong stimulus fiskal ke arah yang positif.