TEMPO.CO, Jakarta - Kerugian negara akibat kegiatan investasi bodong selama rentang waktu 2007-2017 telah mencapai Rp 105,81 triliun. "Kerugian dalam 10 tahun terakhir mencapai lebih dari Rp 100 tirliun. Tentunya ini perlu kita cegah," ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Wimboh Santoso di Menara Radius Prawiro, Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Jumat, 25 Mei 2018.
Wimboh menjelaskan beberapa kasus besar investasi bodong yang pernah terjadi di Indonesia seperti kasus Dream Freedom dengan korban 700 ribu orang dan total kerugian 3,5 triliun. Selain itu ada juga kasus Pandawa Group yang menjamin bunga 10 persen per bulan dengan korban 549 ribu orang dan total kerugian 3,8 triliun.
Baca: OJK Batasi Kegiatan Usaha 5 Perusahaan Pembiayaan, Ini Daftarnya
Kebanyakan, aset yang dimiliki para pelaku investasi bodong ini lebih rendah daripada kewajiban yang harus dipenuhi. Sehingga, kerugian masyarakat pun tak dapat terbayarkan. Hal ini, kata Wimboh, menjadi kompleksitas tersendiri dalam penanganan investasi bodong.
Pencegahan, kata Wimboh, menjadi sulit lantaran indeks literasi masyarakat Indonesia soal investasi masih rendah, di mana secara nasional hanya sebesar 29,7 persen. Di Pulau Jawa sendiri, indeks literasi masyarakat soal investasi hanya 37,1 persen. Sementara di pulau lainnya, seperti Sumatera yang hanya 30,1 persen, Sulawesi 26,1 persen, serta Maluku, Papua 23,7 persen. "Rendahnya tingkat literasi berkorelasi dengan maraknya korban investasi ilegal," kata Wimboh.
Terkait hal ini, Wimboh pun menginstruksikan Satuan tugas (Satgas) Waspada Investasi agar lebih aktif melakukan tindakan pencegahan melalui program-program edukasi dan literasi. Hingga April 2018, ia mengatakan Satgas telah melakukan sosialisasi sebanyak enam kali dan satu kali kuliah umum di perguruan tinggi.
Dalam rangka memperkuat satgas, OJK pun hari ini menandatangani nota kerja sama bersama 6 kementerian/lembaga (K/L). Sehingga, totalnya saat ini sudah ada 13 K/L yang tergabung. Ke depannya, Satgas akan menjadi media untuk memperkuat koordinasi, baik untuk pencegahan maupun penindakan entitas yang bermasalah.