TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi bergerak menguat tipis menjadi Rp 14.187 dibanding posisi sehari sebelumnya Rp 14.190 per dolar AS, yang merupakan level terlemahnya sejak Oktober 2015.
Penguatan kurs rupiah ini melanjutkan tren pada pembukaan perdagangan pada hari ini. Pasalnya di pasar spot nilai tukar rupiah dibuka menguat 25 poin atau 0,18 persen ke level Rp 14.165 per dolar AS.
Baca: Rupiah ke Level 14.200, Ini Penjelasan Gubernur Bank Indonesia
Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama memperkirakan nilai tukar rupiah hari ini berpeluang terapresiasi terhadap dolar AS dengan rentang berkisar Rp 14.120 hingga Rp 14.240 per dolar AS. "Kenaikan US Treasury Yields tenor 10 tahun sebesar 3,08 persen membuat mata uang dolar AS lebih cenderung terapresiasi terhadap berbagai instrumen mata uang lainnya," ujarnya, Selasa, 22 Mei 2018.
Sementara itu, sentimen kenaikan suku bunga The Fed pada bulan Juni juga masih kuat. Hal inilah yang membuat pergerakan rupiah lebih cenderung terdepresiasi terhadap dolar AS sehingga sempat menyentuh level Rp 14.222,5 per dolar AS.
Meskipun demikian, adapun data makroekonomi global yang akan dirilis Selasa, rata-rata tidak memberikan high market impact. Sementara itu, kenaikan harga komoditas dunia akan mempengaruhi pergerakan dolar AS. Di sisi lain, sentimen perang dagang antara AS dengan Cina sudah mulai mereda sebab kedua negara tersebut telah menyepakati penangguhan perang dagang.
Adapun rupiah pada penutupan perdagangan Senin lalu ditutup melemah 0,24 persen atau 34 poin di Rp 14.190 per dolar AS, yang merupakan level terlemahnya sejak Oktober 2015. Hal ini terjadi setelah dibuka dengan depresiasi 28 poin atau 0,2 persen di Rp 14.184 per dolar AS.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengemukakan serangkaian sentimen baik dari dalam maupun luar negeri menekan rupiah atas posisinya terhadap dolar AS. “Padahal BI sudah menaikkan suku bunga, dan pertemuan AS dan Cina ada keputusan (menangguhkan pengenaan tarif). Harusnya dolar mengalami pelemahan. Ternyata tidak,” kata Ibrahim.