TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira Adhinegara, menilai Bank Indonesia agak terlambat menaikkan suku bunga acuan. Meski begitu, keputusan itu berdampak positif karena akan menahan keluarnya dana asing di pasar modal.
"Karena return beberapa instrumen investasi domestik menjadi lebih menarik," kata Bhima saat dihubungi Tempo, Jumat, 18 Mei 2018.
Kemarin Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuan 7-Day Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) dari level 4,25 persen menjadi 4,5 persen dengan Suku bunga deposit facility dan lending facility masing-masing di level 3,75 persen dan 5,25 persen. Keputusan ini berlaku efektif sejak 18 Mei 2018.
Baca: Naikkan Suku Bunga, BI: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bakal Turun
Bhima menyampaikan dampak positif lain dari kenaikan suku bunga acuan. Dampak itu, yakni cadangan devisa untuk stabilisasi kurs tidak akan terus tergerus besar-besaran. Sejak awal tahun, kata Bhima, cadangan devisa sudah tergerus US$ 7 miliar.
Dampak selanjutnya, kata Bhima, menguatnya keyakinan pelaku pasar terhadap BI. Sebab, BI dianggap telah membuat kebijakan yang tepat.
Di sisi lain, kenaikan suku bunga acuan dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan kredit. Hal itu dapat berdampak pada laju perekonomian yang kurang optimal. Karenanya, Bhima menyarankan agar BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama memacu bank untuk lebih efisien menyalurkan dana. "Bunga kredit yang masih dobel digit bukan karena bunga acuan saja tapi lebih disebabkan biaya operasional bank masih tinggi," ujar Bhima.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, mengatakan kenaikan suku bunga acuan menjadi strategi untuk terus menjaga modal asing di Indonesia. “Beberapa bank sentral negara lain juga sudah menaikkan suku bunga,” ujar dia.
Mirza juga memastikan, meskipun bunga acuan naik, target inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun ini tetap terjaga. “Inflasi tetap di kisaran 3,5 plus minus 1 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,1–5,5 persen.”
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi, Waluyo mengatakan pertumbuhan investasi diperkirakan akan terus meningkat. “Kami optimistis investasi swasta mampu menopang pertumbuhan ekonomi,” kata dia.
Konsumsi juga diperkirakan akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi lantaran ada beberapa faktor pendukung, antara lain pemilihan kepala daerah serentak dan pesta olahraga Asian Games. “Tapi konsekuensinya impor akan meningkat, khususnya barang modal dan konsumsi, sehingga akan ada pengaruhnya ke neraca transaksi berjalan,” ujar Dody.
Kenaikan suku bunga acuan mampu mengerek kurs rupiah. Dalam penutupan perdagangan, kemarin, kurs rupiah ditutup di level 14.047 per dolar AS atau naik 0,29 persen dibanding pada hari sebelumnya.
GHOIDA RAHMAH