TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia atau BI memberi sinyal akan ada kenaikan suku bunga acuan lagi hingga akhir tahun ini, menyesuaikan sejumlah risiko perekonomian global yang mungkin terjadi, seperti kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan imbal hasil surat utang Amerika Serikat. Hal tersebut di antaranya karena merespons kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga lebih dari tiga kali hingga akhir tahun ini.
Karena itu, Gubernur BI Agus Martowardojo menyebutkan pihaknya akan terus memonitor perkembangan ekonomi dan siap menempuh langkah-langkah yang lebih kuat guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi. “Termasuk jika harus menyesuaikan 7-Day Repo Rate, kami tidak ragu melakukan itu jika dibutuhkan,” ujar Agus, Kamis, 17 Mei 2018.
Baca: BI: Dana Asing yang Keluar Takkan Goyang Pasar Obligasi
BI kemarin memutuskan menaikkan suku bunga acuan 7-Day Repo Rate di level 4,25 persen sebesar 25 basis poin (bps) dalam rapat Dewan Gubernur BI bulan ini. Dengan begitu, suku bunga acuan saat ini sebesar 4,5 persen.
Kebijakan tersebut ditempuh sebagai bagian dari bauran kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas perekonomian di tengah berlanjutnya peningkatan ketidakpastian pasar keuangan dunia dan penurunan likuiditas global.
Sebelumnya, ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, sudah memprediksi, bulan ini, BI akan menaikkan bunga acuan ke level 4,50 persen. Kenaikan bunga acuan susulan diprediksi kembali terjadi pada Juni nanti untuk mengantisipasi kenaikan bunga acuan bank sentral AS (The Fed). “Naik lagi 25 bps, jadi sampai akhir tahun bisa di level 4,75 persen,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Kamis.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik di Universitas Gajah Mada Tony Prasetiantono juga menuturkan BI selayaknya menaikkan suku bunga acuan perlahan-lahan. "Selayaknya dinaikkan 25 basis poin. Kalau langsung 50 bps, itu terlalu tinggi. Nanti dikira panik," ujar Tony di Jakarta, Rabu, 9 Mei 2018.