TEMPO.CO, Jakarta - Dalam kurun waktu 20 tahun reformasi, startup atau perusahaan rintisan digital tampil sebagai model bisnis dengan nilai investasi yang menjanjikan. Hasil riset Google bersama A.T. Kearney pada September 2017 menyebutkan nilai investasi startup digital menyentuh Rp 40 triliun di kuartal I 2017.
Nilai itu mengungguli investasi sektor lain seperti makanan dan minuman, Rp 37 triliun; kelistrikan, gas dan air Rp 36 triliun; serta baja, mesin dan elektronik Rp 33 triliun.
Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani mengisahkan, terbentuknya ekosistem investasi startup digital Indonesia sedikit terpengaruh fenomena bubble dot-com medio 1998-2000. Dot.com adalah sebutan untuk perusahaan-perusahaan berbasis internet.
Simak: 20 Tahun Reformasi: Bom Waktu Itu Bernama Subsidi BBM
Namun, Edward mengatakan demam dot-com tidak begitu tinggi di Indonesia. Selain itu, menurut perhitungan Edward, hanya ada satu modal ventura yang lahir. Akibatnya, perusahaan dot-com yang terlanjur berdiri hanya bisa mengharapkan investor individu atau mencari modal ke luar negeri. "Di Indonesia memang cuma sebentar," ujar Edward kepada Tempo, Senin, 14 Mei 2018.
Menurut Edward, titik awal terbentuknya ekosistem investasi startup digital mulai sejak 2010. Bermula East Ventures mengguyur Tokopedia dengan dana segar. Tahun yang sama, PT Telekomunikasi Indonesia menyuntikkan modal ke Plasa.com--sekarang Blanja.com.
Setelahnya, beberapa perusahaan modal ventura muncul, seperti Ideosource milik Edward, berdiri tahun 2011. Ekosistem investasi startup digital Indonesia dapat disebut matang pada tahun 2014. Perusahaan asal Singapura, Northstar Group, menanamkan modal ke Gojek, startup yang kini merupakan satu dari empat unicorn atau memiliki valuasi US$ 1 miliar di Indonesia.
Sejak itu, modal ventura dan startup digital melaju pesat secara bersamaan. Sebagai contoh, sejak mendapat lisensi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2017, Ideosource telah berinvestasi di 20 startup. "Potensi perkembangan startup sangat bagus dengan ekosistem saat ini," kata Edward.
Center for Human Genetic Research (CHGR) mencatat, startup di Indonesia tahun 2016 kurang-lebih berjumlah 2.000. CHGR memprediksi angka tersebut naik 6,5 kali lipat pada tahun 2020. Situs www.startupranking.com menyebutkan, startup di Indonesia tahun 2018 berjumlah 1,807. Indonesia menempati peringkat ke-6 sebagai negara dengan startup terbanyak di dunia, sekaligus pemuncak di level Asia Tenggara.
Secara statistik, CEO Go-Jek Nadiem Anwar Makarim mengatakan, 90 persen dari jumlah itu bakal tumbang. Nadiem yang mengaku tiga kali gagal sebelum mendirikan Go-Jek itu mengatakan, minimnya peluang keberhasilan harus diterima oleh calon founder. "Untuk jadi founder, harus cukup 'gila' untuk menerima tantangan itu," kata Nadiem, Selasa, 15 Mei 2018.
Simak: 20 Tahun Reformasi: Resep IMF, Obat Krisis 1997?
Nadiem menuturkan, tingginya pertumbuhan pemain startup digital sejalan dengan besarnya peluang investasi. Nadiem memperkirakan, dalam 5-10 tahun ke depan arus investasi bisnis digital sangat besar.
Desember 2017, Google dan Temasek merilis hasil riset mengenai investasi usaha startup digital di Asia Tenggara. Dari tahun 2016 hingga kuartal III 2017, jumlah investasi ke startup digital Asia Tenggara mencapai US$ 12 miliar. Dari total dana itu, sebanyak 34 persen atau US$ 4,08 miliar atau setara Rp 55 triliun masuk ke Indonesia.
Chief Executive KIBAR Yansen Kamto menyatakan saat ini merupakan momen terbaik untuk startup digital. Semua kebutuhan, mulai dari konektivitas internet, user dan investor telah tersedia. Terlebih, kehadiran wadah seperti inkubator dan coworking space atau ruang kerja bersama semakin memudahkan. "Tinggal bagaimana anak muda mau memulai," kata Yansen, Rabu, 16 Mei 2018.
Menurut Yansen, calon industri terfavorit bagi calon founder startup digital adalah agrikultur, pariwisata, kesehatan, logistik, pendidikan dan energi. Yansen mengatakan, enam sektor itu punya banyak masalah yang perlu dicari solusinya melalui inovasi.
M YUSUF MANURUNG | ANDI IBNU | JENNY WIRAHADI | PDAT TEMPO