TEMPO.CO, Jakarta - Chief Corporate Affairs Go-Jek Indonesia Nila Marita menanggapi tuntutan kenaikan tarif ojek online. Dia mengatakan, keputusan tarif transportasi roda dua berbasis aplikasi alias ojek online harus memperhatikan permintaan dan suplai.
"Kami juga harus memikirkan demand dan supply," katanya dalam konferensi pers di kawasan perhelatan Hari Kuliner Nasional Go-Food, Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, kemarin, Jumat, 11 Mei 2018.
Nila tak menyampaikan secara gamblang apakah Go-Jek menerima tuntutan para pengemudi ojek untuk menaikkan tarif jasa.
Baca Juga:
Dia menanggapi ribuan pengemudi ojek online berdemonstrasi di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, pada 27 Maret 2018. Mereka menuntut penyesuaian tarif dan payung hukum untuk ojek online.
Lihat juga: Dilema Ojek Online, Dibutuhkan Sekaligus Diharamkan
Merasa tuntutan tak ditanggapi, para pengemudi ojek online kembali beraksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada 23 April 2018.
Nila menuturkan, Go-Jek ingin mitranya, yakni pengemudi ojek, memperoleh kesejahteraan yang berkesinambungan. Maka Gojek hendak memastikan persaingan usaha yang sehat dengan kompetitor.
"Kami sepakat dengan persaingan usaha yang sehat."
Go-Jek terbuka untuk mendiskusikan tarif ojek online asalkan sesuai dengan peraturan atau undang-undang. Di sisi lain, pemerintah tak bersedia mengintervensi besaran tarif ojek online sebab kendaraan roda dua bukan transportasi publik seperti yang diatur dalam undang-undang.
Berbeda dengan Go-Jek, Grab Indonesia terang-terangan enggan mengabulkan permintaan pengemudi ojek online. Pada April 2018, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyatakan tidak akan memenuhi permintaan pengemudi yang ingin tarif perjalanan naik. Dia beralasan, jika dipenuhi justru akan mengurangi pendapatan pengemudi ojek online. "Permintaan yang kurang bertanggungjawab," ucap Ridzki pada Jumat, 6 April 2018.