TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengatakan telah menjelaskan posisi Indonesia kepada Parlemen Uni Eropa terkait pembatasan impor minyak kelapa sawit ke Eropa.
"Tadi mereka bilang akan mempertimbangkan betul mengenai apa pun yang akan mereka putuskan di bulan Juni," kata Luhut di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu, 9 Mei 2018.
Baca juga: Jokowi Utus Luhut untuk Negosiasi Penolakan Sawit oleh Uni Eropa
Parlemen Uni Eropa telah memutuskan bahwa penggunaan biofuels dan bioliquids yang diproduksi dari CPO tidak akan dimasukkan dalam penghitungan kontribusi penggunaan energi baru terbarukan mulai tahun 2021. Keputusan itu diambil melalui voting pada 17 Januari 2018.
Selasa depan, 15 Mei 2018, Luhut akan berangkat kembali ke Vatikan, menghadiri pertemuan ihwal pengembangan berkelanjutan kelapa sawit. Dalam pertemuan yang juga di hadiri negara-negara Uni Eropa itu, Luhut akan kembali menjelaskan pentingnya sawit bagi Indonesia.
"Bukan semata-mata masalah kelapa sawit, tapi masalah kemiskinan, humanity, keadilan. Kelapa sawit ini salah satu produk industri yang bisa membantu pengentasan kemiskinan," katanya.
Menurut Luhut, sekitar 41 persen pemilik kebun sawit adalah rakyat. Selanjutnya, ujar Luhut, pemerintah ingin meningkatkan produksi sawit dari 1,8 ton per hektare menjadi 5-6 ton per hektare, agar petani sawit dapat menikmati hasil yang lebih baik.
Sebelumnya, Luhut telah bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan, Rabu, 25 April 2018. Dalam pertemuan itu, Luhut menyampaikan surat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Paus.
Surat Jokowi yang diantarkan Luhut Pandjaitan berpesan agar Paus melihat Indonesia lebih dalam dari aspek industri kelapa sawit. Kunjungan itu tak lain bagian dari upaya melobi Uni Eropa mengenai kebijakan minyak sawit.