TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik di Universitas Gajah Mada, Tony Prasetiantono memprediksi Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin dalam rapat Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, pertengahan Mei ini. Hal ini dianggap mendesak untuk menahan agar cadangan devisa tidak terus tergerus akibat pelemahan rupiah.
"Selayaknya dinaikkan 25 basis poin. Kalau 50 bps, itu kan terlalu tinggi. Nanti dikira panik," ujar Tony dalam sebuah acara diskusi bertajuk 'Gonjang-Ganjing Rupiah' di Hotel Millenium, Jakarta, Rabu, 9 Mei 2018.
Baca: Rupiah Tembus 14.000 per Dolar AS, BI: Tak Separah 2013 dan 2015
Seperti diketahui, Bank Indonesia atau BI merilis cadangan devisa Indonesia per April 2018 tergerus menjadi US$ 124,9 miliar atau berkurang sekitar US$ 1,1 miliar dari Maret lalu yang berjumlah US$ 126 miliar.
Bank Indonesia, ujarnya, tidak bisa terus-menerus mengandalkan devisa untuk mengintervensi pasar. Sebab, penurunan cadangan devisa April ini, terbilang cukup signifikan. "Walaupun tidak ada yang bisa menjamin suku bunga serta merta membuat rupiah menguat, setidaknya menaikan suku bunga acuan bisa mengurangi beban devisa negara," ujarnya.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menanggapi desakan untuk menaikkan suku bunga acuan. Mirza mengatakan, lembaganya membuka peluang untuk menaikkan bunga pada rapat dewan gubernur yang akan berlangsung pertengahan bulan ini.
“Kalau memang dari data-data dependent menunjukkan perlu menaikkan suku bunga, kami akan melakukan adjustment,” ujarnya di Jakarta pada Selasa, 8 Mei 2018. Dia menambahkan, suku bunga negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Korea Selatan juga sudah meningkat lebih dulu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun meminta Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter untuk segera mengambil langkah tepat, tak terkecuali menaikkan suku bunga acuan. “Sehingga jangan tiba-tiba naik terlalu cepat, kalau naik ya pelan-pelan," ujarnya.
GHOIDA RAHMAH