TEMPO.CO, Surabaya- Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan akan membicarakan ihwal wacana cuti bersama lebaran. "Hari Senin, jam 08.00 akan ada rapat dengan Ibu Puan," kata dia di Kampus ITS, Jumat, 4 Mei 2018.
Menurut Budi Karya, dengan diberikannya libur panjang, akan memudahkan Kemenhub untuk mengatur lalu lintas dan mengurai kemacetan akibat antrean kendaraan yang panjang. Selain itu, memberikan pilihan waktu yang lebih banyak untuk para pemudik melakukan perjalanan.
Baca: Tambahan Cuti Bersama Lebaran, Puan: Sudah Ada Jalan Keluarnya
Selain jalan tol, kata Budi Karya, jalan nasional juga dapat dilintasi dengan nyaman sebagai jalur alternatif. Dia mengatakan jalur nasional tersebut sudah perhatikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Saat ini, Budi Karya sedang mengumpulkan data jalan nasional yang rusak. Dia menuturkan data tersebut akan diberikan ke Kementerian PUPR untuk segera diperbaiki. "Saya sudah minta Pak Dirjen Darat untuk mengumpulkan data, paling telat Selasa," tutur Budi Karya.
Seperti diketahui, pemerintah tengah mengkaji ulang perpanjangan cuti bersama Lebaran 2018. Sebelumnya, pemerintah menambah tiga hari cuti bersama untuk libur Lebaran 2018 yang jatuh pada 14 Juni 2018 dan 15 Juni 2018. Dengan begitu, libur Lebaran tahun ini akan dimulai pada 11 Juni 2018 dan berakhir 19 Juni 2018.
Kebijakan itu membuat cuti bersama libur Lebaran 2018 menjadi 10 hari. Bahkan bisa bertambah menjadi 12 hari karena tanggal 9-10 Juni 2018 merupakan hari libur, yakni Sabtu dan Minggu.
Keputusan tersebut disahkan melalui SKB Nomor 233, Nomor 46, serta Nomor 13 Tahun 2018 yang diteken Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, juga Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
Kebijakan cuti bersama lebaran belakangan diprotes sejumlah pengusaha. Salah satunya dari Executive Member Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI) Prama Yudha Amdan. Ia menilai kebijakan itu merugikan kegiatan industri dan ekspor, Kamis, 14 April 2018. Prama mengatakan potensi kehilangan ekspor disebut mencapai 50 persen.