TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) Tbk menyiapkan dana sebesar Rp160 miliar untuk migrasi kartu berbasis chip. Dana tersebut diperkirakan cukup untuk mengganti 30 persen kartu ATM BRI berbasis chip pada 2018.
"Perkiraannya satu kartu memakan dana 30 sen dolar. Kami akan menekan biaya migrasi kartu serendah mungkin. Sebab, nasabah kan tidak dikenakan biaya," ujar Direktur Digital Banking dan TI BRI Indra Utoyo saat berbincang-bincang dengan media di kantornya pada Jumat, 4 Mei 2018.
Migrasi kartu ini bertujuan untuk mitigasi risiko terhadap kejahatan skimming. Indra menjelaskan, jumlah nasabah pemegang kartu debit BRI yang menjadi sasaran migrasi mencapai 50 juta nasabah di seluruh Indonesia.
Simak: OJK Tetapkan 15 Bank Berdampak Sistemik
Saat ini, baru sekitar 5 persen atau 2,5 juta kartu berbasis chip yang sudah diterbitkan BRI. "BRI menargetkan 30 persen sudah migrasi ke kartu berbasis chip hingga akhir tahun 2018 ini," ujarnya.
Sisanya, lanjut Indra, ditargetkan akan selesai migrasi pada akhir 2019. Lebih cepat dari target BI pada 2021. "Lebih cepat tentu lebih baik, tujuannya kan memang seluruh kartu berbasis chip," ujarnya.
Seperti diketahui, pada 2016 lalu, Bank Indonesia mengeluarkan aturan yang mewajibkan setiap kartu diproses dengan teknologi chip dan personal identification number (PIN) 6 digit. Aturan ini ditargetkan terealisasi secara bertahap hingga 31 Desember 2021.
Indra menjelaskan, BRI akan mengirim notifikasi kepada masyarakat dan menjadwalkan penukaran kartu debit agar nasabah tidak menumpuk. "Jadi kami sangat mengharapkan kesadaran masyarakat. Sebab, ini terkait keamanan dana nasabah," ujarnya.
Sambil menunggu perubahan kartu berbasis chip, BRI juga akan terus mengembangkan teknologi baru mencegah berbagai kejahatan skimming. "Saat ini yang terbaru dikembangkan adalah motion sensor technologi dan juga menggunakan big data," ujarnya.