TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Digital Banking dan TI PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Indra Utoyo mengimbau masyarakat untuk turut aktif menukarkan kartu debit berbasis non-chip ke chip. Sebab, hingga saat ini, baru sekitar 5 persen kartu berbasis chip yang sudah diterbitkan BRI.
Migrasi kartu ini bertujuan untuk mitigasi risiko terhadap kejahatan skimming. Hingga akhir tahun ini, BRI menargetkan 30 persen nasabah sudah memiliki kartu berbasis chip.
Baca: Dirut BRI Sebut Nasabahnya Paling Rentan Jadi Korban Skimming
"Kartu debit ini berbeda dengan kartu kredit yang bisa dikirimkan langsung ke rumah, karena menyangkut dana nasabah. Jadi kami imbau masyarakat datang langsung ke bank," ujar Indra saat berbincang-bincang dengan media di kantornya pada Jumat, 4 Mei 2018.
Indra menjelaskan, BRI akan mengirim notifikasi kepada masyarakat dan menjadwalkan penukaran kartu debit agar nasabah tidak menumpuk. "Jadi kami sangat mengharapkan kesadaran masyarakat. Sebab, ini terkait keamanan," ujarnya.
BRI, ujarnya, juga memastikan telah menyiapkan dana khusus untuk migrasi kartu berbasis chip dan masyarakat tidak dikenakan biaya untuk mengganti kartu. Sambil menunggu perubahan kartu berbasis chip, BRI juga terus mengembangkan teknologi baru mencegah berbagai kejahatan skimming. "Saat ini yang terbaru adalah motion sensor technologi dan juga menggunakan big data," ujarnya.
Pada 2016 lalu, Bank Indonesia mengeluarkan aturan yang mewajibkan setiap kartu diproses dengan teknologi chip dan personal identification number (PIN) 6 digit. Aturan ini ditargetkan terealisasi secara bertahap hingga 31 Desember 2021.
Pada 1 Januari 2019, sebanyak 30 persen dari total kartu ATM bank harus sudah diganti. BI menargetkan, semua kartu harus berbasis chip pada 2021. BRI menargetkan lebih cepat, pada 2019.