TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Herman Suryatman mengatakan, hingga kini, belum ada keputusan final mengenai revisi durasi cuti bersama libur Lebaran 2018. Herman menyebutkan, pemerintah masih dalam tahap menerima masukan dari berbagai pihak. “Tentu ini dipertimbangkan secara matang,” katanya kepada Tempo, Rabu, 2 Mei 2018.
Keputusan tersebut, menurut Herman, akan ditetapkan dalam rapat lintas kementerian yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Rapat itu hanya menampung aspirasi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Agama, dan Kementerian Ketenagakerjaan.
Baca: Revisi Cuti Bersama Lebaran, Menhub: Preferensi Saya Libur
Sebelumnya, pemerintah berencana mengevaluasi kembali cuti bersama libur Lebaran 2018. Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Asman Abnur, pihaknya masih berkoordinasi dengan tiga kementerian ihwal cuti bersama Lebaran. "Belum diputuskan, tapi ini mau dirapatkan," katanya di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Senin, 30 April 2018.
Dalam surat keputusan bersama antara Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Agama, dan Menteri Tenaga Kerja, cuti bersama Lebaran akan ditambah menjadi 10 hari. Hal ini di antaranya bertujuan mengurai kepadatan arus mudik Lebaran 2018.
Baca Juga:
Lamanya cuti bersama ini diprotes oleh pengusaha, termasuk Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI). Executive Member APSYFI Prama Yudha berharap pemerintah mengkaji ulang kebijakan menambah cuti libur Lebaran 2018 menjadi 10 hari.
Prama Yudha mengatakan kebijakan cuti bersama itu mengganggu dan merugikan kegiatan industri dan ekspor. Potensi kehilangan ekspor disebut mencapai 50 persen akibat kebijakan yang mendadak.
Selain itu, industri disebut akan terbebani biaya lembur buruh, biaya logistik, dan transportasi kian membengkak serta mengganggu arus kas usaha. Terakhir, pelaku ekspor dalam negeri berpotensi beralih ke negara pesaing.
Prama Yudha mengatakan kebijakan tambahan cuti bersama libur Lebaran itu hendaknya ditetapkan minimal tiga bulan sebelumnya. Pasalnya, dalam ekspor-impor, proses shutdown, pengurangan produksi, dan pengaturan jadwal setidaknya butuh persiapan sekitar 60 hari.
YUSUF MANURUNG