TEMPO.CO, Jakarta - Para pelaku usaha menyatakan keberatan dengan rencana revisi cuti bersama Lebaran 2018, dari sebelumnya empat hari menjadi tujuh hari. Hal itu dinilai karena membebani proses produksi dan aktivitas ekspor.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B. Sukamdani menanggapi miring soal rencana penambahan cuti bersama tersebut. Dia mengatakan libur panjang akan menyebabkan penurunan produksi di sektor industri.
Baca juga: Isu Jokowi Revisi Cuti Bersama Lebaran, Ini Tanggapan Istana
“Contohnya, industri serat sintetis (synthetic fiber). Jika libur panjang dilakukan, hal itu dapat menurunkan volume produksi hingga 50 persen,” ujarnya, Selasa malam, 1 Mei 2018.
Menurut dia, libur di atas jumlah normal akan berdampak pula pada aktivitas ekspor. Dia memperkirakan kondisi itu bakal menimbulkan gangguan jadwal kapal serta penambahan biaya distribusi.
Di sektor jasa, kata Hariyadi, kendati tempat wisata bakal menikmati berkah kebanjiran pengunjung, hal itu tidak akan terjadi di semua wilayah. Daerah-daerah yang tidak memiliki kawasan wisata unggulan justru akan sepi.
Dia menyebut aturan awal cuti bersama yang ditetapkan, yaitu dua hari menjelang Lebaran dan dua hari setelah Lebaran 2018, sebenarnya sudah sesuai dengan ekspektasi pelaku usaha. Pasalnya, industri tidak akan lama berhenti produksi sehingga tidak terlalu membawa risiko terhadap inflasi.