TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meyakini isi percakapan Menteri BUMN Rini Soemarno dengan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dalam rekaman yang viral di media sosial, bukan membahas soal fee. Menurut Kalla, Rini dan Sofyan sedang membahas proyek pembangunan terminal penerimaan gas alam cair (LNG) di Bojonegara, Serang, Banten.
JK mengatakan proyek tersebut digagas PT Bumi Sarana Migas (BSM) milik Kalla Group, perusahaan keluarga JK. "Itu proyek dimulai tahun 2013, sebelum saya jadi wakil presiden. Nah jadi itu proyek murni swasta," ujar Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 30 April 2018.
Baca: Kementerian BUMN Sebut Percakapan Rini dan Dirut PLN Dipotong
Potongan percakapan telepon antara Rini dan Sofyan beredar di media sosial. Potongan percakapan tersebut membahas ihwal saham investasi PLN dan Pertamina. Dalam video itu, nama kakak Rini, Ari Soemarno, disebut-sebut. Sofyan dalam video tersebut juga menyebut dia bertemu Ari untuk membahas masalah pembagian saham itu.
Mnurut JK, PT BSM saat itu sedang mendiskusikan mengenai prediksi pasokan gas di daerah Jawa Barat akan habis pada 2020-2021. Diskusi itu, kata JK, turut melibatkan Ari Soemarno, saudara Menteri Rini. Pasalnya, Ari merupakan orang yang ahli soal gas dan diajak menjadi tim ahli.
Dengan adanya prediksi itu, JK mengatakan bahwa pasokan gas perlu didatangkan dari daerah lain dan menyiapkan fasilitas regasifikasi. "Kalau tidak ada fasilitas, ini akan masalah," kata dia.
Kalla menyampaikan bahwa ada pilihan regasifikasi dilakukan melalui Floating Storage Regasification Unit (FSRU) atau terminal terapung. Namun, kata JK, ongkosnya terlalu mahal. Adapun penawaran yang dilakukan PT BSM kepada pemerintah dinilai lebih ekonomis. "3 dolar per MMBTU. Ini setengahnya. Dan lebih terjamin," ucapnya.
JK pun kembali menegaskan bahwa percakapan itu tidak membahas soal jatah proyek. "Jadi pembicaraan itu saya tahu betul tidak ada unsur fee, unsur ngaturnya PPP (public private partnership) itu di mana pemerintah dalam hal ini BUMN mau berapa sahamnya, bukan berapa didapat Bu Rini."