TEMPO.CO, Jakarta - Politikus dari Partai Gerindra Harry Poernomo meminta publik tak berkepanjangan merespons rekaman pembicaraan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno dan Dirketur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir yang belakangan viral. Pasalnya, konteks pembicaraan keduanya dinilai masih belum jelas.
"Konteks rekaman juga masih belum jelas, bicara tentang apa. Biar penegak hukum yang kerja," ujar Harry, Ahad, 29 April 2018. Oleh karena itu ia menilai lebih baik publik membiarkan penegak hukum bekerja secara profesional.
Baca: Bongkar Pasang Direksi Pertamina ala Menteri Rini Soemarno
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi energi ini mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan pemeriksaan terkait beredarnya rekaman percakapan Rini Soemarno dengan Sofyan Basir. "Perlu dilakukan pemeriksaan khusus oleh lembaga antikorupsi (KPK)," ujarnya.
Adapun Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta aparat hukum dilibatkan untuk mengusut kebenaran isi percakapan antara Menteri Rini dan Sofyan tersebut. Pihak Kementerian BUMN, kata Asrul, perlu proaktif meminta KPK untuk mengusut kebenaran isi rekaman.
Baca Juga:
Selain itu, Kementerian BUMN juga sebaiknya menyerahkan kepada penegak hukum rekaman utuhnya jika yang beredar itu potongan dan hasil editan. Jika kedua hal tersebut tak dilakukan, menurut dia, maka akan sulit untuk membuat publik percaya.
Sebelumnya video percakapan antara Menteri RIni dengan Sofyan Basir yang diunggah di Instagram oleh akun @jokerpolitik pada Jumat pekan lalu, 27 April 2018. Dalam keterangannya, akun itu menuliskan: "Akhirnya kedok terbongkar". Adapun materi pembicaraan kedua pejabat itu diduga tengah membahas soal bagi-bagi hasil fee sebuah proyek.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro menjelaskan Rini Soemarno dan Sofyan Basir benar melakukan diskusi, namun hal tersebut bukan soal bagi-bagi fee atas proyek tertentu. Imam menyebutkan percakapan yang dilakukan mengenai investasi proyek penyediaan energi yang melibatkan PLN dan Pertamina.