TEMPO.CO, Bandung - Badan Geologi menemukan potensi besar batuan mengandung kalium di daerah sekitar kaki Gunung Muria, Jawa Tengah. Temuan baru itu diharapkan bisa mengurangi impor pupuk yang beberapa tahun ini meningkat, seperti dari Cina dan Rusia.
“Dari kuantitas dan kualitasnya, Pati berpotensi lebih besar batuan kaliumnya,” kata Moehamad Awaludin, Kepala Bidang Mineral Pusat Sumber Daya Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, di Bandung, Jumat, 27 April 2018.
Baca: Peremajaan Lahan Sawit, PT. Pusri Siapkan Pupuk Non Subsidi
Kalium merupakan bahan utama pembuatan pupuk selain nitrogen dan fosfat. Hasil penyelidikan Badan Geologi menunjukkan sumber daya batuan yang mengandung kalium di daerah sekitar Gunung Muria, Jawa Tengah, sebesar 11,76 miliar ton. “Kalium biasa ditemukan pada batuan basalt, tapi kadarnya di berbagai tempat berbeda,” ujar Awaludin.
Sebarannya berada di tiga kabupaten, yakni Jepara sebesar 237,96 juta ton, Kabupaten Pati 665,37 juta ton, dan Kabupaten Kudus hingga 10,83 miliar ton. “Batuan berkalium di Kabupaten Pati mempunyai kualitas yang lebih tinggi dibanding kedua kabupaten lainnya,” kata Awaludin. Kandungan kaliumnya berkisar 1,92 hingga 8,79 persen berat batu berdasarkan hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Tanah Kementerian Pertanian.
Penelitian dan eksplorasi yang berkaitan dengan program ketahanan pangan Indonesia itu berlangsung sejak 2015. Pada 2017, kata Awaludin, tim memfokuskan penelitian di daerah Pati, Jawa Tengah, karena kualitas atau kadarnya lebih unggul dibandingkan dengan daerah lain. Di Pati, tim meneliti di lima blok, seperti Medani, Cluwak, dan Desa Payak.
Tahun ini, kata Awaludin, tim riset masih melanjutkan kerja di Pati. Hasil akhirnya, seperti pemetaan batuan berkalium dan besaran potensinya, akan diselesaikan sekitar Oktober-November 2018. Badan Geologi selanjutnya akan merekomendasikan temuannya ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Diharapkan potensi batuan pembawa kalium di daerah Pati dapat menjadi alternatif pengganti pupuk kalium (NPK) yang selama ini masih diimpor. Selain itu, kata Awaludin, berdampak pada peningkatan produktivitas pertanian, pendapatan petani dan pemerintah daerah, serta mengurangi beban devisa negara.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik 2017, impor pupuk dari berbagai negara meningkat pada 2008. Jumlah impor yang tertinggi sebanyak 1 juta ton. Impor kedua yang terbesar dari Cina sekitar 900 ribu ton, kemudian dari Rusia sekitar 750 ribu ton. Grafik impor pupuk itu semakin menjulang hingga 2016.
Impor dari Cina mencapai 2 juta ton lebih, Kanada sekitar 1,250 juta ton, dan dari Rusia relatif stabil sejak 2014 sekitar 750 ribu ton. Indonesia tercatat juga mengimpor pupuk dari Jepang, Korea Selatan, Thailand, Filipina, Malaysia, Yordania, Australia, Jerman, dan Norwegia.