TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Wahju Satrio Utomo akan memberi rekomendasi kepada Menteri Budi Karya Sumadi atas hasil inspeksi yang dilakukannya. Dari hasil inspeksi Wahju terhadap proyek-proyek pelabuhan yang berjalan, ditemukan 33 di antaranya mangkrak.
"Apakah ingin dilanjutkan atau akan dialihfungsikan untuk hal-hal lain yang juga bermanfaat," kata Wahju di kantor Kementerian Perhubungan, Jumat, 27 April 2018.
Baca juga: Kemenhub Temukan 26 Proyek Pelabuhan Mangkrak
Opsi alih fungsi itu disebut untuk menyelamatkan aset negara yang sudah ditanamkan. Salah satu proyek pelabuhan yang bisa dialihfungsikan, menurut Wahju, terdapat di daerah Kupang, Nusa Tenggara Timur.
"Kita bangun pelabuhan di atas wisata laut. Jadi yang tadinya pelabuhan umum, bisa dialihkan menjadi pelabuhan wisata," katanya.
Wahju menjelaskan, inspeksi itu ditugaskan kepadanya sekitar enam bulan lalu. Data Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Perhubungan mencatat, proyek-proyek pelabuhan itu berada di 14 provinsi dan mulai dilelang pada 2012. Semua proyek itu menelan biaya sedikitnya Rp 1,66 triliun, termasuk rencana lanjutan dua tahun terakhir.
Sebanyak 33 proyek yang ditemukan mangkrak di antaranya di Sumatera Barat--Tiram, Teluk Tapang, Barus, Tanjung Beringin, Pangkalan Dodek; Kepulauan Seribu--Tanjung Berakit, Malarko, Dompak, Mocoh; Kalimantan Barat--Mempawah; dan Kalimantan Tengah--Batanjung.
Beberapa temuan yang disampaikan Wahju dalam inspeksinya antara lain pelabuhan ditemukan sudah selesai dibangun tapi belum siap beroperasi; pelabuhan belum memiliki akses jalan; pelabuhan dibangun di atas lahan yang belum jelas status kepemilikannya; dan pelabuhan dibangun tapi belum jelas pemanfaatannya.
"Ini juga butuh kejelasan dari pemerintah daerah," kata Wahju.
Wahju mengatakan mangkraknya proyek pelabuhan itu disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya perencanaan kurang komprehensif, dibangun tanpa dukungan dokumen lengkap, dan pengawasan yang belum efektif. "Peran konsultan pengawas, yang seharusnya bekerja pada yang memberikan pekerjaan, tapi ternyata tidak profesional," ucapnya.
Penyebab lain, menurut Wahju, kurangnya koordinasi antara Kemenhub, pemerintah daerah, pelaksana lapangan, dan instansi lain, serta adanya perubahan kebijakan tata ruang pemerintah daerah. Selain itu, Wahju berujar, faktor alam turut mempengaruhi.