TEMPO.CO, Lamongan -Jumlah tenaga kerja asing asal Tiongkok yang bekerja di Lamongan, Jawa Timur, meningkat tajam dalam tiga tahun terakhir ini. Mereka ini, menempati sejumlah posisi penting di perusahaan yang sebagian pindahan dari Surabaya ke Lamongan.
Data di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrans) Kabupaten Lamongan menyebutkan, tahun 2016 jumlah tenaga kerja asing, masih di bawah angka 50 orang. Namun, tahun 2017 meningkat tajam menjadi 98 orang dan tahun 2018 jumlahnya turun menjadi 92 orang atau berkurang tujuh orang.
Baca: Moeldoko Minta Lembaga Satu Suara Komentari Tenaga Kerja Asing
Tetapi, dari tujuh orang tenaga kerja asing, tidak dicatat Disosnakertrans Lamongan. Karena mereka belum kembali mengajukan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA).”Kita terus pantau jumlah tenaga kerja asing,” ujar Kepala Disosnakertrans Lamongan, Mohammad Kamil pada Tempo Jumat, 27 April 2018.
Kamil menyebutkan, ada potensi jumlah tenaga kerja asing tujuan Lamongan meningkat. Penyebabnya, karena Kabupaten Lamongan ini penyangga Kota Surabaya dan Gresik yang merupakan kawasan industri. Karena secara geografis dekat, tetapi dari segi Upah Minimun Kabupaten, Lamongan lebih murah.”Makanya, pabrik-pabrik pada pindah ke Lamongan,” tandasnya.
Menurut Kamil, sebagian besar tenaga kerja asing yang bekerja di Lamongan, berasal dari Tiongkok, Thaiwan, Korea dan ada juga dari Brazil. Tetapi sebagian besar tenaga asing berasal dari Tiongkok yang mendominasi pekerjaan di pelbagai sector. Mereka didatangkan dari negaranya karena pelbagai keahlian. Mulai dari tenaga keuangan, juga teknisi mesin, manager dan tenaga non-teknis.
Tenaga kerja asing asal Tiongkok yang bekerja di Tanah Air mendominasi TKA dari negara lain. "Arus TKA Tiongkok begitu deras, tiap hari masuk ke negeri ini," kata anggota Ombudsman RI Bidang Pengawasan Sumber Daya Alam, Tenaga Kerja, dan Kepegawaian, Laode Ida, di kantornya, Jakarta, Kamis, 26 April 2018.
Temuan ini merupakan hasil investigasi mengenai permasalahan tenaga kerja asing di Indonesia. Dalam investigasi itu, Ombudsman menemukan banyak di antara para TKA yang bukan tenaga ahli, melainkan hanya pekerja kasar tanpa keahlian. "Sebagian dari mereka itu unskilled labour," ucapnya.