TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan peluang menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate terbuka, tapi BI akan melakukan kajian terlebih dahulu guna meyakini bahwa kondisi ekonomi tidak mengarah pada membahayakan stabilitas sistem keuangan, sebelum menaikkan suku bunga.
"Kalau ada kemungkinan inflasi mengarah keluar dari target dan stabilitas keuangan membahayakan, kami siap menaikkan suku bunga," ujar Agus saat ditemui di Masjid Baitul Ihsan, Kompleks BI, Jakarta pada Jumat, 27 April 2018.
Simak: Atasi Pelemahan Rupiah, Analis: BI Perlu Naikkan Suku Bunga
Namun sekali lagi, ujarnya, tidak berarti BI sudah pasti akan menaikkan suku bunga acuan. "Kami akan kaji dulu berdasarkan kondisi sekarang dan mendatang. Selanjutnya akan diputuskan dalam RDG pada Mei mendatang," ujarnya.
BI mewacanakan akan menaikkan suku bunga acuan jika tekanan dolar Amerika Serikat terhadap rupiah terus berlanjut dan berdampak negatif pada inflasi serta stabilitas sistem keuangan.
Seperti diketahui, tekanan dolar Amerika Serikat terhadap rupiah terus menguat beberapa hari terakhir. Pada pagi hari ini rupiah berada di level Rp 13.886 per dolar Amerika atau melemah dibanding posisi sebelumnya di level Rp 13.875 per dolar Amerika.
Hingga kemarin, Bank Indonesia mencatat depresiasi rupiah mencapai 0,88 persen (month-to-date), dengan tingkat volatilitas di kisaran 6 persen. Meski begitu, Agus menuturkan, depresiasi rupiah masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lain, seperti bath Thailand yang melemah 1,12 persen, ringgit Malaysia 1,24 persen, dolar Singapura 1,17 persen, dan rupee India 2,4 persen. "Kita masih lebih baik dibandingkan negara lain," ujarnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai langkah BI merespons pelemahan rupiah dengan membuka peluang untuk menaikkan suku bunga acuan sudah tepat, kendati sedikit terlambat dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. "Jika BI 7 Days Repo Rate naik 25-50 bps, nilai aset, baik surat utang maupun saham, akan lebih menarik di mata investor," ujar Bhima saat dihubungi Tempo.