TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan saat ini Bank Indonesia (BI) dan Pemerintah perlu memberikan vitamin C kepada para pelaku pasar dan konsumen untuk mengatasi pelemahan rupiah.
"Vitamin C adalah confidence atau kepercayaan. Itu yang langka akhir-akhir ini di pasar," ujar Bhima ketika dihubungi lewat pesan pendek, Kamis, 26 April 2018.
Ia menganggap saat ini kepercayaan konsumen cenderung menurun bersamaan dengan turunnya kinerja perekonomian di dalam negeri. Meski rating utang beberapa kali naik, lanjut Bhima, secara fundamental keadaan perekonomian Indonesia justru masih kurang stabil.
"Masyarakat menahan belanja, ada tahun politik sehingga ekspansi bisnis tertunda yang akibatnya pertumbuhan ekonomi sulit tembus 5,4 persen," tutur dia.
Baca: Rupiah Melemah Lagi Menjadi 13.923 per Dolar AS
Keadaan tersebut, kata Bhima, membuat para investor merombak total portofolionya. Sementara itu, menurut Bhima, kebijakan BI 7 Days Repo Rate yang tetap pada angka 4,25 persen membuat investor asing tidak tertarik untuk memegang aset portofolio di pasar Indonesia.
Pernyataan Bhima itu juga berkaitan dengan nilai tukar rupiah yang terus melemah. Hingga pukul 11.45 WIB, nilai tukar rupiah berada pada posisi Rp 13.893 per dolar AS.
Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, sebelumnya mengakui lembaganya terus berupaya mengintervensi pasar valuta asing dan surat berharga negara dengan gelontoran dana yang cukup besar. Agus mengklaim intervensi BI telah menahan pelemahan rupiah.
Intervensi BI kasatmata dari cadangan devisa yang terus tergerus untuk menabur dolar AS ke pasar. Dalam tiga bulan terakhir cadangan devisa berkurang US$ 6 miliar atau senilai Rp 83 triliun jika dihitung dengan kurs saat ini. Hingga akhir bulan lalu, cadangan devisa hanya US$ 126 miliar.
ADAM PRIREZA | GHOIDA RAHMAH