TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diminta mencari cara yang lebih efektif untuk menahan laju pelemahan rupiah. Analis Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada mengungkapkan sinyal kepanikan pelaku pasar perlahan mulai terlihat, dari arus dana keluar atau capital outflow di pasar modal. “Pelaku pasar secara psikologis khawatir pelemahan nilai tukar akan membuat kinerja emiten terkena dampak, sehingga mereka cenderung melakukan aksi jual,” ujarnya, kepada Tempo, Rabu 25 April 2018.
Reza menuturkan pelaku pasar cenderung memperkirakan pelemahan rupiah masih akan terus berlanjut hingga pertemuan rutin bulanan Bank Sentral AS yang akan memberikan kepastian kenaikan Fed Fund Rate Mei nanti. “Kalau kondisi ini nggak bisa ditahan oleh BI, bisa saja tembus ke level 14.075 – 14.100,” katanya. Padahal, menurut dia sentimen indikator perekonomian di dalam negeri terkendali, sehingga tak perlu dikhawatirkan.
Simak: Rupiah Makin Melemah, Akankah Harga Listrik Naik?
BI dan pemerintah diharapkan bisa menempuh langkah strategis lain untuk mendukung penguatan rupiah, seperti meningkatkan kinerja ekspor hingga mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate yang saat ini masih dipertahankan di level 4,25 persen.. “Ini untuk kembali melebarkan selisih dengan Fed Funds Rate yang sekarang sudah 1,5-1,75 persen,” katanya.
Ekonom Asian Development Bank Eric Sugandi berujar opsi menaikkan suku bunga acuan bisa menjadi satu langkah yang efektif untuk menghentikan pelemahan rupiah. “Kalau pelemahan rupiah ini tetap berlanjut dan menembus level 14.000, bisa saja BI 7 Days Repo Rate naik pada Rapat Dewan Gubernur berikutnya,” ujarnya.
Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro menambahkan meskipun BI sudah melakukan intervensi sangat dalam menggunakan cadangan devisa, peluang untuk menaikkan suku bunga acuan masih terbuka. “Apalagi Fed Fund Rate naik, jadi bukan hanya mengimbangi ini, tapi juga sebagai upaya untuk menjaga rupiah walaupun inflasi sesuai target.”
Kenaikan yang mungkin dilakukan BI diperkirakan hanya sebesar 25 basis poin. “Namun dampaknya juga akan mendorong kenaikan bunga perbankan juga, padahal bunga kredit kan belum turun banyak, dan demand kredit belum tinggi,” katanya.
Menanggapi kemungkinan untuk menaikkan BI 7 Days Repo Rate, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Firman Mochtar berujar hingga saat ini lembaganya masih memantau perkembangan perekonomian domestik maupun glonal.
“Sejauh ini kami memandang pertumbuhan ekonomi masih tetap solid, investasi masih tumbuh baik,” ucapnya. Menurut dia, kondisi saat ini masih sesuai dengan perhitungan BI di awal tahun. “Salah satu dukungannya adalah bagaimana cadangan devisa kita meningkat, dan untuk nilai tukar kami selalu ada di pasar sehingga tidak memberikan ekspektasi berlebihan.”
BI berharap ke depan tekanan terhadap rupiah akan mulai mereda. Firman melanjutkan, selain membangun ketahanan eksternal, lembaganya beserta pemerintah juga berupaya untuk menguatkan ketahanan internal. “Khususnya dari sisi ekspor, sejauh ini masih positif, bukan hanya dari komoditas tapi juga manufaktur, harapannya ini juga akan mendukung daya saing penanaman modal asing,” ujarnya.
Firman pun optimistis jika peluang peningkatan aliran dana asing yang masuk masih terbuka. “Optimisme investor global masih baik, perbaikan perekonomian kita diakui, ini akan menarik investor bukan hanya di pasar uang tapi juga dalam bentuk penanaman modal asing langsung,” katanya.