TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan atau Kemenhub menyatakan tarif Rp 4.000 per kilometer untuk ojek online tidak mungkin terjadi. Meski demikian, menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi pihak aplikator menyatakan siap meningkatkan pendapatan pengemudi.
Karena itu, pihaknya meminta pihak aplikator segera merealisasi komitmen tersebut. "Saya kira enggak mungkin sampai Rp 4.000, karena taksi online aja tarif batas bawahnya antara Rp 3.850 dan 6.000. Lalu, mereka (ojek online) menyadari bahwa itu enggak mungkin, jadi diubah antara Rp 3.250 dan 3.500 per km," ucap Budi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 24 April 2018.
Menurut dia, penurunan pendapatan pengemudi ojek online juga disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang beralih pekerjaan menjadi pengemudi ojek online. "Ini kan karena over-supply, sedangkan demand-nya segitu-gitu saja." Jadi, penting bagi aplikator untuk melakukan moratorium perekrutan mitra pengemudi angkutan online, baik ojek maupun taksi.
Baca: Didemo Ojek Online, DPR: Lusa Kami Paksa Pak Menhub Datang Raker
Pada Senin, 23 April 2018, para pengemudi ojek online dari berbagai daerah menuntut parlemen dan pemerintah segera menerbitkan peraturan sebagai payung hukum untuk pekerjaan mereka. Ada tiga tuntutan yang mereka minta. Pertama, pengakuan legal eksistensi, peranan, dan fungsi ojek online sebagai bagian dari transportasi umum.
Kedua, penerapan tarif standar dengan nilai wajar Rp 3.000-4.000 per km dengan metode subsidi dari perusahaan aplikasi agar tarif penumpang murah dan terjangkau. Terakhir, perlindungan hukum dan keadilan bagi ojek online sebagai bagian dari tenaga kerja Indonesia yang mandiri.