TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Peraturan Presiden tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing tidak berarti para tenaga kerja itu bisa bebas masuk dan bekerja di Indonesia. Aturan ini, kata dia, hanya untuk mempermudah perizinan.
"Tidak berarti kami membebaskan seorang asing yang bekerja sebebas-bebasnya, tidak. Cuma bagaimana kami mempermudah prosesnya," kata Kalla saat membuka Musyawarah Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia ke-10 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa, 24 April 2018.
Baca: JK Soal Tenaga Kerja Asing: Masuk Sedikit Sudah Ribut
Menurut Kalla, aturan yang dikeluarkan pemerintah tak lepas dari pengusaha yang kerap mengeluh sulitnya mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia sebelumnya. Ia mencontohkan dahulu tenaga kerja asing hanya diberikan visa yang berlaku selama enam bulan. Jika mau memperpanjang izin, para tenaga kerja harus pulang terlebih dahulu untuk mengurusnya.
"Zaman dulu hanya dikasih enam bulan visanya. Enam bulan ke Singapura dulu, perpanjang lagi, dapat enam bulan lagi. Besok-besok di-sweeping sama orang Imigrasi resmi atau tidak resmi. Akhirnya menyebabkan kritik besar," ucap Kalla.
Lebih jauh, Kalla menjelaskan, peraturan ini untuk mendorong kemajuan perekonomian Indonesia. Pasalnya, menurut dia, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, selain butuh dana, diperlukan tenaga kerja yang ahli di bidangnya.
Kalla mencontohkan jumlah tenaga kerja asing di Thailand yang besarnya 10 kali lipat dibanding Indonesia dan terlihat berdampak positif dari kinerja ekspor Negara Gajah itu, yang jauh lebih tinggi dari Indonesia. Ia pun membantah jika hadirnya tenaga kerja asing akan mengambil lahan pekerjaan tenaga lokal.
Pasalnya, menurut Kalla, kehadiran tenaga kerja asing justru bisa membuka lapangan kerja baru bagi tenaga lokal. "Karena rumusnya satu pekerja asing kira-kira meng-create lapangan kerja bagi pekerja lokal 100 orang," tuturnya.
Kalaupun ada sejumlah pihak yang mempermasalahkan serbuan tenaga kerja asing akibat dikeluarkannya Perpres tersebut, Kalla tak ambil pusing. Pasalnya, menurut dia, tenaga kerja Indonesia juga banyak berada di negara lain. "Dua juta orang Indonesia bekerja ke Malaysia. Kita masuk sedikit (jumlah tenaga kerja asing yang masuk Indonesia sedikit), ribut," ujar Kalla.