TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah di pasar spot dibuka menguat 54 poin atau 0,39 persen ke level Rp13.921 per dolar AS. Hingga pukul 09.57, rupiah terus menguat di level Rp 13.890 per dolar AS.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira Adhinegara menilai, penguatan tersebut merupakan efek dari intervensi Bank Indonesia atau BI. "Pagi ini rupiah menguat karena intervensi BI. Prediksi kurs hari ini di kisaran 13.880-13.980," ujar Bhima saat dihubungi Tempo pada Selasa, 24 April 2018.
Baca: Kurs Rupiah Melemah, BI Minta Masyarakat Tak Borong Dolar
Bhima memprediksi, hingga akhir perdagangan nanti, rupiah tidak akan sampai menyentuh level Rp 14.000 per dolar AS. Namun, lanjut Bhima, arus modal keluar dan kebutuhan korporasi terhadap dolar untuk melunasi kewajiban utang luar negeri atau ULN, pembagian dividen dan kebutuhan impor terutama jelang Ramadan akan menekan rupiah hingga akhir Mei. "BI mempunyai keterbatasan untuk terus mengorbankan cadangan devisa," ujarnya.
Adapun Bank Indonesia (BI) mengaku telah melakukan intervensi pasar dengan dosis yang cukup besar untuk menjaga stabilisasi rupiah, dan menjamin akan menjaga nilai mata uang "Garuda" sesuai fundamentalnya. "Bank Indonesia akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya," kata Gubernur BI Agus Martowardojo dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Senin malam, 23 April 2018, seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Agus mengatakan sejak Jumat (21/4) pekan lalu hingga Senin (24/4) tekanan terhadap rupiah terus timbul karena berlanjutnya penguatan dolar AS terhadap mata uang negara-negara di dunia. Penguatan "Greenback" dipicu meningkatnya imbal hasil obligasi pemerintah AS, US treasury bills, yang mendekati level psikologis tiga persen dan kembal mengemukanya ekspektasi kenaikan suku bunga The Federal Reserve lebih dari tiga kali selama 2018.
Terpisah Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyatakan BI akan melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang terus melemah yang kini hampir menyentuh level 14.000 per dolar Amerika Serikat.
"Bank Indonesia akan menjaga stabilitas nilai rupiah dengan melakukan intervensi, yakni menjual dolar dan membeli surat utang negara. Dua intervensi itu yang dilakukan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah," kata Dody setelah menghadiri serah-terima jabatan Kepala Kantor Perwakilan BI Jember di Gedung Serbaguna BI Jember, Jawa Timur, Senin sore, 23 April 2018.
Menurut dia, level rupiah ditentukan oleh mekanisme pasar sepenuhnya dan pelemahan nilai tukar rupiah tersebut disebabkan oleh faktor eksternal, sehingga bukan karena kondisi ekonomi di dalam negeri sedang melemah. "Tekanan terhadap rupiah karena dampak ekonomi global, yakni perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina, sehingga tidak hanya berdampak pada Indonesia. Negara-negara berkembang lain juga terdampak," ucapnya.
Dia menjelaskan, BI juga akan menjelaskan kepada pasar dengan memberikan penjelasan tentang harapan, proyeksi, dan risiko ke depan, sehingga meyakinkan pasar tidak akan terkena isu ke depan terkait dengan pelemahan rupiah tersebut. "Dalam jangka menengah dan panjang, pihak BI bersama pemerintah akan memperbaiki di bidang ekspor, yakni peningkatan ekspor, sehingga berdampak pada meningkatnya devisa. Kalau bicara ekspor, ada iklim usaha, investasi, dan peraturan yang kini dijalankan BI dengan pemerintah," ujarnya.
Dody juga meminta masyarakat tidak panik dengan nilai rupiah yang melemah dan tidak melakukan tindakan membeli dolar secara berlebihan, yang justru dapat memicu semakin sulit untuk mempertahankan nilai rupiah. "BI sedang main `lepas dan tarik` dengan sangat hati-hati dalam tekanan nilai rupiah. BI sebagai bank sentral sedang berupaya menangani moneter tersebut dan yang terpenting adalah masyarakat tetap tenang dengan kondisi tekanan ekonomi yang terjadi di dunia global," ujarnya.