TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara menyebutkan sedikitnya ada tiga tugas pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati. Pertama, menekan kerugian Pertamina sehubungan penerapan bahan bakar minyak (BBM) satu harga.
Caranya dengan membuka negosiasi soal kebijakan penyaluran BBM satu harga dan subsidi BBM yang memberatkan keuangan Pertamina. "Pemerintah harus mau menambah subsidi BBM, jangan bebankan semua ke Pertamina. Ini butuh ketegasan direksi baru," kata Bhima saat dihubungi Tempo, Senin, 23 April 2018.
Baca: Luhut Pandjaitan Minta Pertamina Tak Dijadikan Sapi Perah
Kementerian BUMN menunjuk Nicke sebagai Dirut Pertamina baru menggantikan Elia Massa Manik. Keputusan diambil dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) Pertamina pada Jumat, 20 April 2018. Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan pemecatan Elia Massa Manik untuk penguatan holding migas.
Tugas kedua, kata Bhima, mengembalikan penyaluran BBM jenis premium yang sempat menurun 50 persen di Jawa, Madura, dan Bali. Menurut Bhima, premium penting untuk menjaga daya beli masyarakat kelas bawah serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), apalagi menjelang lebaran 2018.
Sebelumnya, konsumsi premium pada semester I 2017 turun signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni dari 12,6 juta menjadi 6,8 juta kiloliter. Proporsi penggunaan premium mencapai 81,1 persen pada 2016. Namun angkanya menurun menjadi 42,4 persen pada semester pertama di 2017.
Tugas ketiga adalah mempercepat eksplorasi sumur baru dan meningkatkan produksi sumur yang sudah ada (existing). Menurut Bhima, kinerja sektor minyak dan gas (migas) Indonesia memburuk tiga tahun belakangan ini. Bila merujuk pada data badan pusat statistik, neraca migas defisit hingga US$ 8,5 miliar pada 2017.
Sementara jumlah wilayah kerja eksplorasi secara nasional terus mengalami penurunan hingga 68 wilayah kerja pada 2014-2017. Bila kondisi itu tak berubah, Bhima memperkirakan angka minyak siap jual (lifting) hanya 505 ribu barel per hari pada 2025. Padahal, lifting minyak saat ini mencapai 775 ribu barel per hari.
"Meskipun sekarang Pertamina ribet dengan perusahaan induk (holding) migas dan konsentrasi terpecah-pecah, tapi harus tetap fokus memperbaiki kinerja produksi minyak," kata Bhima.