TEMPO.CO, Depok - Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Kementerian Perhubungan Syafrin Liputo mengatakan pemerintah tidak ingin melakukan pembunuhan massal dengan menjadikan kendaraan roda dua, seperti ojek, sebagai transportasi umum.
"Tahun 2030 Indonesia diprediksi akan mendapat bonus demografi. Kalau soal ini diatur dalam tatanan nasional, maka yang terjadi bisa-bisa bencana demografi," ujar dia dalam sebuah diskusi di Universitas Indonesia, Depok, Jumat, 20 April 2018.
Simak: Ojek Online Tolak Wacana Grab dan Go-jek jadi Jasa Angkutan Umum
Syafrin menyebut hal itu dikarenakan minimnya faktor keamanan yang dimiliki kendaraan roda dua. Selain itu, menurut dia, roda dua sangat rentan terhadap kecelakaan lalu lintas dengan tingkat fatalitas yang tinggi.
Menurut data yang ia miliki, pada tahun 2016 terjadi sekitar 132 ribu kecelakaan lalu lintas, di mana 76 persen di antaranya melibatkan sepeda motor. Selain itu, 81 persen dari keseluruhan total korban meninggal dunia juga diakibatkan oleh sepeda motor.
Alasan-alasan tersebut, Kata Syafrin, yang menjadi pertimbangan mengapa pemerintah tidak menjadikan kendaraan roda dua sebagai transportasi umum. Syafrin juga menyebut bahwa kendaraan roda dua dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan bukan termasuk dalam kendaraan umum. Melainkan sebagai kendaraan perorangan.
Meski begitu, Syafrin menyadari bahwa kendaraan roda dua atau ojek menjadi kebutuhan masyarakat dalam konteks kendaraan paratransit atau informal. Oleh karena itu, peraturannya pun sebaiknya diatur dalam tingkat daerah, bukan nasional.
Hal senada sebelumnya disampaikan oleh ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Ia mengatakan pertimbangan dasar hukum dan faktor keamanan serta kenyamanan menjadi alasan mengapa kendaraan roda dua tidak layak sebagai transportasi umum.
"Kami tidak setuju sepeda motor menjadi transportasi umum berdasarkan Pasal 47 ayat 3 Undang-undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ)," ujar Tulus pada Rabu, 28 Maret 2018 lalu.
Seperti yang pernah Tempo beritakan sebelumnya, sampai Maret 2018, mitra pengemudi Go-Jek telah mencapai 1 juta orang, sementara Grab memiliki 2 juta orang. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari kendaraan transportasi roda dua, yakni ojek dan empat yang tersebar di seluruh Indonesia.