TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan akan menginvestigasi kasus kapal buronan International Criminal Police Commission (Interpol) bernama STS-50.
"Kapal tidak memiliki status kewarganegaraan yang wajar. Selanjutnya kami akan membuat investigasi," kata Susi saat konferensi pers di Gedung Mina Bahari IV Kementerian KKP, Jakarta Pusat, Rabu, 18 April 2018.
Baca juga: ABK di Kapal Buronan, Susi Pudjiastuti Gandeng Dua Kementerian
Sebelumnya, TNI Angkatan Laut menangkap kapal STS-50 di wilayah perairan sekitar 60 mil dari sisi tenggara Pulau Weh, Sabang, Aceh. STS-50 merupakan buronan interpol pelaku pencurian ikan secara ilegal atau illegal fishing.
Kapal itu mengangkut 30 ABK yang terdiri dari 10 orang Rusia dan 20 orang Indonesia. Namun dalam dokumen tertulis bahwa kapal itu hanya membawa 20 orang ABK, yang terdiri atas 14 orang WNI dan 6 orang kru asal Rusia.
Susi menjelaskan, kapal STS-50 melarikan diri dari dua pemerintah yang berbeda, yakni Cina dan Mozambik. Saat berlabuh di Dalian Port pada 22 Oktober 2017, pemerintah Cina mengambil dokumen kapal, paspor dan buku laut anak buah kapal (ABK) STS-50.
Setelahnya, kapal mendapat dokumen baru dan melanjutkan berlayar ke Mozambik. Namun, pemerintah Mozambik kembali menahan dokumen kapal STS-50 yang diduga palsu di Maputo Port pada 18 Februari 2018.
Susi berujar memerlukan bantuan asosiasi internasional untuk mengusut kasus ini. Menurut Susi, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan mitra internasional, seperti Interpol.
Kerja sama juga dilakukan dengan otoritas Australia, Selandia Baru, Togo, Cina, dan Mozambik. Tujuannya untuk menelusuri dalang serta pemilik yang merasakan manfaat (beneficial owner) kapal STS-50.
"Sehingga dapat ditindak dengan tegas dan tuntas berdasarkan hukum yang berlaku," ujar Susi Pudjiastuti.