TEMPO.CO, Jakarta - Tim Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) menjembatani pembiayaan untuk sejumlah program pembangunan infrastruktur, salah satunya energi ketenagalistrikan. Salah satunya adalah pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Uap (PLTU) Meulaboh berkapasitas 2x200 MW dengan skema IPP melalui konsorsium PT PP Energi, China Datang Overseas Investment Co. (CDTO), dan PT Sumberdaya Sewatama.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro berujar untuk pertama kalinya Tim PINA memfasilitasi pembiayaan proyek melalui instrument finansial berupa Surat Berharga Perpetual (SBP). “Ini skema investasi baru yang atraktif,” ujarnya, di Jakarta, Selasa 17 April 2018.
Simak: Cadangan Listrik 40 Persen Nganggur, Dirut PLN: Tambah Jumlah AC
Bambang mengatakan sektor ketenagalistrikan menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk mewujudkan ketersediaan energi yang memadai. Sehingga, pemerintah mendorong peran aktif Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta swasta agar berpartisipasi membangun sektor energi melalui skema bisnis Independent Power Producer (IPP).
Skema SBP yang diterbitkan oleh PT PP (Persero) Tbk selaku induk dari PT PP Energi ini memiliki sejumlah kelebihan yang dinilai tepat bagi investor jangka panjang. Di antaranya adalah tidak memiliki tanggal jatuh tempo, tanpa jaminan, memiliki fleksibilitas untuk melaksanakan opsi beli, dan tidak mengakibatkan delusi saham “Dengan bergulirnya SBP maka dana jangka panjang dapat dilairkan langsung ke sektor riil melalui Mezzanine Financing,” kata Direktur Utama PT PP (Persero) Tbk Tumiyana.
Dia menargetkan penerbitan SBP dalam proyek tersebut dapat mencapai Rp 8 triliun yang direalisasikan secara bertahap dalam periode empat tahun. Menurut Tumiyana, alokasi dana itu tidak terbatas peruntukannya pada pembangunan PLTU Meulaboh. “Kami dapat memanfaatkannya untuk pengembangan beberapa unit bisnis lain di internal perseroan.” Sementara itu, Kementerian BUMN telah mengeluarkan surat persetujuan pemenuhan investasi senilai Rp 1 triliun pada tahap awal penerbitan instrument ini.
Adapun pembelian SBP rencananya akan dilakukan melalui Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) sebesar Rp 250 miliar yang dikelola oleh PT Ciptadana Asset Management dengan potensi penambahan hingga Rp 1,3 triliun. Tumiyana menambahkan investor yang bergabung tak hanya mendapatkan pembayaran kupon rutin dengan imbal hasil yang atraktif, namun juga memperoleh tambahan imbal hasil (step up rate) setelah tahun ketiga jika PT PP tidak melaksanakan opsi beli. “SBP juga memiliki fitur dividen pusher yang menjadi jaminan pembayaran imbal hasil investasi ini,” ujarnya.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Rio menyampaikan lembaganya ke depan mendorong peran aktif dari lebih banyak lagi perusahaan BUMN untuk menggunakan skema pembiayaan alternatif pada proyek energi dan mengurangi ketergantungan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Kami harap ini diikuti oleh BUMN lain untuk mereplikasi konsep serupa pada proyek infrastruktur yang bersumber dari dana masyarakat dalam dan luar negeri,” katanya.