TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari menjelaskan proses data 1,09 juta pengguna Facebook bocor dan disalahgunakan Cambridge Analytica.
Awalnya, sebanyak 748 orang Indonesia memasang aplikasi This Is Your Digital Life yang dibuat Aleksandr Kogan sejak November 2013 sampai Desember 2015. Aplikasi kuis di platform Facebook tersebut ternyata digunakan lembaga riset Cambridge Analytica. "Kemudian, sebanyak 1,09 juta pengguna diketahui terdampak sebagai teman (748) pengguna aplikasi," kata Ruben dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, hari ini, Selasa, 17 April 2018.
Baca juga: DPR Minta Facebook Buka Kerja Sama dengan Cambridge Analytica
Kasus penyalahgunaan data pengguna Facebook diungkap oleh Christopher Wylie, mantan kepala riset Cambridge Analytica, pada koran Inggris, The Guardian, Maret 2018 lalu. Menggunakan aplikasi survei kepribadian yang dikembangkan Global Science Research (GSR), data pribadi puluhan juta pengguna Facebook berhasil dikumpulkan dengan kedok riset akademis.
Data itulah yang secara ilegal dijual kepada Cambridge Analytica dan kemudian digunakan untuk mendesain iklan politik yang mampu mempengaruhi emosi pemilih. Data itu diduga digunakan untuk kampanye Donald Trump dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat.
Ruben menjelaskan, penyalahgunaan data pengguna oleh Cambridge Analytica bukanlah kebocoran sistem Facebook. "Kejadian ini bukanlah kejadian di mana pihak ketiga menembus sistem Facebook atau berhasil lolos dari perangkat pengamanan data yang kami miliki," kata Ruben.
Ruben mengatakan Facebook tidak pernah menyetujui penggunaan data oleh Cambridge Analytica. Menurut dia, Cambridge Analytica merupakan pengendali data ketiga independen, yang menentukan tujuan dan cara memproses datanya sendiri.
Ruben mengatakan aplikasi yang dibuat oleh Aleksandr Kogan untuk Cambridge Analytica itu menggunakan fitur Facebook Login secara umum. Hal itu berlaku sama seperti aplikasi lainnya.
Ruben menuturkan Facebook Login memungkinkan pengembangan aplikasi pihak ketiga untuk meminta persetujuan dari pengguna. Persetujuan itu dilakukan agar aplikasi dapat mengakses kategori data tertentu.
"Jadi kejadian ini adalah bentuk pelanggaran kepercayaan dan kegagalan kami untuk melindungi data pengguna Facebook . Kami mohon maaf," kata Ruben.