TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen PT Freeport Indonesia akan menutup operasional tambang emas terbuka di Grasberg, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada jumlah produksi perusahaan mulai tahun depan.
EVP Sustainable Development PT Freeport Indonesia Sony Prasetyo mengatakan produksi Freeport pada 2019 akan berkurang 80 ribu ton per hari dari yang sebelumnya bisa mencapai 200-an ribu ton per harinya.
Baca juga: Freeport Sepakat Konversi Saham Rio Tinto
"Ini kondisi teknis, tambang terbuka di Grasberg sudah mau tutup. Pada 2019 diperkirakan berhenti, sekarang sudah tidak bisa lagi dieksploitasi. Satu-satunya jalan adalah kita eksploitasi dari bawah atau underground," kata Sony di Timika, Senin, 16 April 2018.
Sementara itu, kata Sony, eksploitasi di bawah tanah belum siap karena masih ada yang harus diselesaikan, di antaranya perizinan pertambangannya. Kendati demikian, jikalau pemerintah memberikan izin eksploitasi tambang bawah tanah, belum bisa maksimal sampai 2021 atau 2023.
"Jadi ini masalah wajar, karena berkaitan dengan aturan dan jelas berdampak pada produksi karena tambang terbuka mulai berkurang, sedangkan underground belum maksimal, untuk itu butuh waktu," ujarnya.
Situasi tersebut, Sony mengakui, akan berdampak pada beberapa hal. Salah satunya pendapatan. Selain itu, ketika ditanya ihwal adanya kemungkinan efisiensi karyawan, kata Sony, hal tersebut tidak mudah.
"Saya belum melihat itu. Bagi perusahaan ini (Freeport), karyawan adalah aset yang berharga, jadi tidak akan mudah. Itu wajar saja bagaimana efisiensi dalam bisnis, tapi sekali lagi yang saya sampaikan adalah bahwa tidak akan mudah, apalagi sampai PHK. Mungkin itu jauh," katanya.
ANTARA