TEMPO.CO, Jakarta - Perisitiwa tumpahan minyak di Balikpapan, Kalimantan Timur, menguak temuan lain. Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut, satu-satunya lembaga yang berwenang membuat peta laut di Indonesia, memperbarui peta bawah laut Teluk Balikpapan pada 2015.
Seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi Senin, 16 April 2018, peta baru itu dilengkapi petunjuk larangan membuang jangkar di kawasan sekitar pipa. Dalam artikel berjudul "Bala Hitam di Tengah Teluk" disebutkan bahwa berdasarkan peta itu, di bawah perairan antara Penajam dan Balikpapan terdapat empat pipa milik Pertamina.
Hasil investigasi pada Jumat dua pekan lalu itu menunjukkan ada lima pipa Pertamina di dasar laut, berbeda dengan peta laut 2015. "Kami belum pernah menerima laporan soal pembangunan pipa baru," ujar Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut Laksamana Muda Harjo Susmoro.
Kebocoran yang terjadi sekitar pukul 03.00 Wita, 31 Maret lalu, diduga akibat patahnya pipa penyalur minyak mentah dari Terminal Lawe-lawe di Penajam Paser Utara ke kilang Balikpapan. Pipa yang dipasang pada 1998 itu putus dan bergeser sekitar 120 meter dari posisi awalnya. Penyebab pipa patah mengarah pada kapal MV Ever Judger. Jangkar kapal seberat 12 ton diduga tersangkut di pipa, lalu menggaruknya hingga patah.
Laksamana Muda Harjo Susmoro menengarai ada aktivitas membuang jangkar pada radius 445 meter di dalam area terlarang. Menurut Harjo, persiapan buang sauh sudah dilakukan pada jarak 1.000 yard atau sekitar 914 meter dari lokasi saat ini. Ketika kapal berada di atas kawasan larangan membuang jangkar, seharusnya ada perintah menurunkan jangkar hanya satu meter di atas permukaan air. Yang terjadi justru jangkar langsung jatuh sedalam 25 meter ke dasar laut.
Baca juga: Tumpahan Minyak Pertamina, Susi Pudjiastuti: Sudah Dibahas
Kebocoran pipa yang mengakibatkan tumpahan minyak di Balikpapan diperkirakan mulai terjadi pada Sabtu dinihari sekitar pukul tiga. Pertamina kemudian menutup keran sekitar pukul tujuh pagi. Tapi minyak mentah sebanyak 40 ribu barel telanjur mencemari laut. "Perlu diselidiki mengapa jangkar jatuh saat itu, termasuk indikasi human error," kata Harjo.
Sekretaris Asosiasi Pemilik Kapal Nasional (INSA) Balikpapan Joko Subiyanto menyatakan kapten MV Ever Judger tidak mungkin melepas jangkar tanpa panduan dari otoritas pelabuhan. Di teluk itu, nasib kapal sangat bergantung pada para pemandu. "Sama saja bunuh diri kalau kapten berani melepaskan jangkar tanpa izin di lokasi terlarang," ujar Joko, Rabu pekan lalu.
Menurut Joko, kapal bersertifikat dilengkapi dengan peta perairan dan navigasi serta perangkat radar dan global positioning system. Dalam waktu 1 x 24 jam sebelum masuk pelabuhan, kapal harus memberi tahu syahbandar dan agensi yang mewakilinya di negara tujuan. "Para kapten dan awak kapal kargo sebesar itu juga pasti terlatih dengan peta bawah laut," katanya.
Ihwal dugaan MV Ever Judger membuang sauh di area terlarang, Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Balikpapan Sanggam Marihot mengatakan kapal MV Ever Judger tidak diagendakan untuk melepas jangkar di sekitar Teluk Balikpapan. "Mereka berlayar ke arah laut lepas," ujarnya pada Kamis pekan lalu. Hanya karena mesinnya sempat bermasalah dan kapal pandu tak pas jadwalnya, MV Ever Judger jadi terlunta-lunta di teluk.
Untuk memastikan penyebab petaka, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi mengambil voice data recorder dari MV Ever Judger. Menurut Sanggam Marihot, perangkat ini mirip dengan kotak hitam di pesawat terbang. "Alat itu merekam seluruh percakapan awak kapal," ujarnya.
DEWI NURITA | GABRIEL TITI YOGA | SG WIBISONO | WAYAN AGUS | KHAIRUL ANAM
Lihat juga video webseries: Sarjana Komputer Ini Penemu Trend Bisnis Kopi di Indonesia