TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mendesak Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek, Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) segera direvisi. Revisi itu dinilai penting dan mendesak mengingat Perpres tersebut telah berlaku sejak sepuluh tahun lalu. Padahal jumlah penduduk kawasan Jabodetabekpunjur kian bertambah selama beberapa tahun terakhir.
“Urgensinya karena memang (Perpres 54/2008) telah berjalan hampir sepuluh tahun dan sudah perlu direview,” kata Darmin usai menghadiri acara Konsultasi Publik Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan pada Senin, 16 April 2018.
Darmin mengatakan, revisi tersebut penting karena banyak hal terkait tata ruang kawasan Jabodetabekpunjur yang telah berkembang dan tidak terdapat sebelumnya dalam Perpres 54/2008. Di antaranya adalah meningkatnya permintaan kawasan hunian serta perkembangan dampak lingkungan kawasan tersebut.
Baca juga: Presiden Jokowi Luncurkan Roadmap Revolusi Industri 4.0
Menurut Darmin, proses revisi tersebut akan berfokus pada pengkajian kembali terkait perkembangan kawasan Jabodetabekpunjur. Nantinya, lembaga dan kementerian terkait akan mendesain ulang tata ruang kawasan tersebut. Meski begitu, kata Darmin, tata ruang kawasan Jabodetabekpunjur tidak akan dirombak secara total. Sebab, sebagian zona industri dan infrastruktur telah berjalan. “Tapi ya harus ada penegasan kembali sehingga tidak kemudian tata ruang itu menjadi makin jauh dari yang seharusnya,” kata Darmin Nasution.
Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan kawasan perkotaan yang berperan penting dalam perekonomian nasional dengan sumbangan ke Produk Domestik Regional Bruto Nasional sebesar 19,93 persen. Sementara, pertumbuhan penduduk di kawasan ini mencapai 2,9 persen per tahun. Pada 2015, jumlah penduduk telah mencapai angka kurang lebih 32 juta jiwa.
Kondisi tersebut secara langsung berdampak pada peningkatan akan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal, tempat kegiatan usaha, dan infrastruktur. lmpikasi dari hal tersebut adalah konversi lahan dari lahan non-terbangun menjadi lahan terbangun. Berdasarkan Data Penggunaan Tanah BPN, pada kurun waktu 2012 - 2015 terjadi konversi lahan pertanian sekitar 32,06 persen tanpa memperhatikan keterbatasan daya dukung lingkungan.
Saat ini daya dukung lingkungan di kawasan Jabodetabekpunjur telah terlampaui sehingga timbul berbagai permasalahan seperti banjir, longsor, dan penurunan muka tanah. Di pesisir Jakarta Utara, penurunan muka tanah akibat mencapai 7,5 cm per tahun. Selain itu, kemacetan lalu lintas juga menjadi isu yang tidak dapat dihindari. “Kita perlu kebijakan jelas mengenai hal ini,” kata Darmin menambahkan.
Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Abdul Kamarzuki menargetkan revisi Perpres 54/2008 segera selesai pad Abdul menargetkan revisi ini selesai pada akhir 2018. “Sehingga, dapat segera menjadi acuan bagi sektor dan pemerintah daerah dalam mewujudkan ruang kawasan Jabodetabekpunjur yang terintegrasi, nyaman untuk dihuni, menjadi mesin penggerak ekonomi, dan investasi nasional, namun tetap memiliki keberlanjutan lingkungan,” kata Abdul.