TEMPO.CO, Jakarta - Penumpang Garuda Indonesia, B.R.A. Koosmariam Djatikusumo, baru menggugat maskapai penerbangan itu setelah empat bulan kejadian tersiram air panas. Pengacara Koosmariam, David Tobing, memaparkan tiga alasan gugatan baru didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 11 April 2018.
"Menurut dokter luka ibu akan permanen," kata David menyebutkan alasan pertama, saat dihubungi Tempo, Minggu, 15 April 2018.
Koosmariam tersiram air panas di dalam pesawat maskapai pelat merah itu pada 29 Desember 2017. Alhasil, payudara kanannya yang tersiram air panas mengalami cacat tetap.
Koosmariam pun mendaftarkan gugatan dengan register perkara 215/PDT.G/2018/PN.JKT.PST. Dia menuntut ganti rugi Rp 11,25 miliar. Tuntutan itu mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara.
Baca: Digugat Penumpang Rp 11 M, Garuda Berharap Bisa Berdamai
Alasan kedua, pihak Koosmariam baru membawa perkaranya ke meja hijau, yakni pihak Garuda Indonesia tidak menghubungi Koosmariam dalam satu setengah bulan terakhir. Menurut David, terakhir kali Garuda Indonesia memperhatikan Koosmariam pada Februari 2018. Itu pun karena Koosmariam meminta petugas Garuda Indonesia mendampinginya berobat.
Ketiga, David menilai pihak Garuda Indonesia tidak proaktif menghubungi kliennya. Pihak Garuda Indonesia seharusnya berinisiatif menghubungi Koosmariam terlebih dahulu. Namun yang selama ini terjadi adalah Koosmariam yang selalu mengontak Garuda. Karena merasa malu, perempuan 69 tahun itu tak lagi menghubungi Garuda Indonesia sejak 26 Februari 2018.
"Selama ini ibu sebagai korban harus mengemis karena Garuda Indonesia hanya memesankan untuk menghubungi kembali jika perlu pengobatan," kata David. "Ini melanggar kepatutan karena seharusnya Garuda Indonesia yang proaktif," ujarnya.