TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi fokus mengurai kepadatan penumpang di Stasiun Duri dengan menambah perjalana kereta di jam sibuk (peak hour). Sebab, menurut Budi, jumlah penumpang Stasiun Duri relatif sedikit di siang hari.
"Jangan ngomong sehari. Kita ngomongin peak hour," kata Budi usai meninjau Stasiun Duri, Jakarta, Sabtu, 14 April 2018.
Baca: Menhub Paparkan Tiga Solusi Berjangka Mengurai Kepadatan Stasiun Duri
Pernyataan Budi menanggapi kritik Peneliti Institut Studi Transportasi (Intrans) Deddy Herlambang. Deddy menilai, solusi Budi yang menambah satu perjalanan kereta rel listrik (KRL) commuter line tidak akan mengurangi kepadatan penumpang di Stasiun Duri. Alasannya, penambahan satu slot perjalanan kereta ke Tangerang tidak sebanding dengan pemangkasan 10 perjalanan kereta.
Menurut Budi, pengurangan dari 90 menjadi 80 perjalanan kereta yang mengarah Tangerang merupakan hitungan rata-rata perjalanan kereta selama satu hari. Padahal, maksud Budi adalah menambah satu perjalanan kereta di jam sibuk, yakni antara 06.00-07.30 WIB dan 17.00-19.00 WIB.
Setelah dihitung, perlu ada empat tambahan perjalanan kereta di jam sibuk. Baik pagi atau sore hari masing-masing ditambah dua perjalanan kereta.
"Jadi kalau dikomplain, bukan itu masalahnya," ujar Budi.
Sebelumnya, ada lima perjalanan KRL rute Duri-Tangerang selama 06.00-07.30 WIB dengan jarak waktu antar kereta atau headway 30 menit. Jumlahnya dipangkas menjadi empat perjalanan KRL lantaran frekuensi kereta bandara berhenti di Stasiun Duri bertambah.
Namun, penumpang membeludak akibat pengurangan jumlah perjalanan KRL. Budi menginstruksikan agar ada tambahan 1 perjalanan KRL, sehingga kembali menjadi lima.
Hari ini, untuk kedua kalinya Budi melakukan sidak di Stasiun Duri. Empat penumpang mengeluhkan kepadatan belum terurai. Karena itulah, Budi meminta agar ditambah lagi satu perjalanan kereta di jam sibuk, pagi dan sore. Jadi, total ada enam perjalanan kereta di jam sibuk.