TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institut Studi Transportasi (Intrans) Deddy Herlambang menilai solusi Kementerian Perhubungan tidak akan mengurangi kepadatan penumpang di Stasiun Duri. Sebab, penambahan satu slot perjalanan kereta (perka) ke Tangerang tidak sebanding dengan pemangkasan 10 perka.
"Walau ada penambahan satu slot perka, tetap saja sulit menjawab chaos di Stasiun Duri," kata Deddy dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo, Jumat, 13 April 2018.
Baca: Antisipasi Penumpukan di Stasiun Duri, KCI Berlakukan Crossing Dua Arah
Menurut Deddy, perjalanan kereta ke arah Tangerang, yang tadinya 90 perka, dikurangi menjadi 80 perka. Jumlah penumpang yang terangkut 10 perka, bila hanya dibebankan ke satu perka, tidak dapat meminimalkan kesesakan di peron 1 dan 2 Stasiun Duri.
Selain itu, kata Deddy, iming-iming penambahan dari 10 kereta menjadi 12 kereta di satu rangkaian dinilai belum menjawab kebutuhan penumpang. Penumpang kereta rel listrik (KRL) Commuter Line memerlukan waktu perjalanan yang lebih variatif dan selang waktu antarkereta (headway) yang cepat.
"Penumpang pagi dan sore ketika peak hour (jam sibuk) masih tampak berjubel di peron 1 dan 2," ujar Deddy.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memberi tiga solusi mengatasi membludaknya penumpang di Stasiun Duri. Salah satunya menambah satu slot perjalanan dengan headway yang sama di jam sibuk. Solusi kedua adalah mempersilakan penumpang KRL menumpang kereta bandara di waktu tertentu. Solusi ketiga, mempercepat penyelesaian jalur siding.
Penumpukan penumpang di Stasiun Duri terjadi karena bertambahnya frekuensi perjalanan kereta bandara yang naik menjadi 90 perjalanan dari 80 perjalanan. Saat ini, kereta bandara menggunakan dua jalur, di peron 4 dan 5. Padahal sebelumnya hanya menggunakan jalur 5.