TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI), Igun Wicaksono mengeluhkan, penghasilan pengemudi ojek online turun jauh di bawah upah minimum regional (UMR) akibat perang tarif dua perusahaan aplikator, Grab dan Gojek.
“Kami jadi korban perang tarif dua perusahaan aplikator, pendapatan yang sebelumnya 3-5 juta per bulan, saat ini hanya bisa 1-2.5 juta per bulan, sangat jauh di bawah UMR ataupun pendapatan yang layak,” ujar Igun saat dihubungi Tempo pada Kamis, 12 April 2018. UMR/UMP 2018 Provinsi DKI Jakarta tercatat Rp 3.648.035.
Baca juga: Kemenhub Siapkan Regulasi Atur Aplikator Ojek Online
Menurut Igun, jika dihitung, pendapatan bersih harian pengemudi ojek online hanya sekitar Rp 30-80 ribu per hari.
Sugiyono, salah satu pengemudi ojek online dari Grab juga mengeluhkan hal yang sama. Penghasilannya dalam sebulan hanya sekitar Rp 2 juta per bulan sejak adanya perang tarif antara dua aplikator ini. “Itu masih pendapatan kotor, belum uang bensin sama jajan,” ujar Sugiyono saat dihubungi terpisah.
Persoalan tarif jasa ojek online bermula dari aksi unjuk rasa pengemudi Go-jek dan Grab di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Maret 2018. Mereka menuntut tarif ojek online Rp 1.600 per kilometer dinaikkan menjadi Rp 4.000 per kilometer sebagai batas atas, sementara batas bawahnya Rp 3.000.
Kecilnya pendapatan pengemudi dikuatkan pula dengan penelitian yang dilakukan lembaga Prakarsa. Penelitian yang dilakukan pada 2017 itu menyatakan pengemudi ojek online memperoleh pendapatan bersih yang tidak sesuai dengan iklan perusahaan penyedia aplikasi.
Peneliti Prakarsa, Eka Afrina, mengatakan 43 persen pendapatan kotor pengemudi ojek online Rp 2-4 juta per bulan. "Jika melihat pendapatan bersihnya, sebagian besar turun 50 persen menjadi Rp 1-2 juta per bulan," ucapnya di Jakarta, Selasa, 10 April 2018.
ADAM PRIREZA
Lihat juga video webseries: Apa Resep Tokcer Bisnis Kafe ala Upnormal